Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Illegal Fishing untuk membersihkan laut Indonesia dari kejahatan. Kegiatan kejahatan perikanan tidak hanya menghabiskan sumber daya alam di lautan Indonesia, tetapi juga merugikan secara ekonomi hingga 20 miliar dolar per tahun.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan, aktivitas tersebut mengancam 65 persen terumbu karang, 85 persen stok ikan di global dan nelayan skala kecil. Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) juga diduga terkait dengan kejahatan HAM, seperti perdagangan manusia dan perbudakan, pencucian uang , korupsi, penipuan pajak dan hal lainnya.
Kondisi geografi menyebabkan kegiatan penangkapan ikan menjadi salah satu kegiatan bernilai ekonomi terbesar di Indonesia. “Bukan suatu yang mengejutkan jika kegiatan penangkapan ikan menjadi salah satu kegiatan ekonomi terbesar kami. Tapi kebanyakan stok ikan kami habis karena kegiatan IUUF tersebut,” ungkap Susi saat menjadi pembicara pada The 2nd Enviromental Compliance and Enforce Event (ECEC) Interpol Global Complex For Innovation, di Singapura, Selasa (17/11).
Dalam memerangi IUUF, KKP membentuk satgas pemberantasan illegal fishing, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen pemerintah agar kinerjanya lebih efektif. Satgas ini terdiri dari KKP, Kementerian Perhubungan, Kepolisian Republik Indonesia, TNI AL, Badan Keamanan Laut, Kantor Administrasi Pajak, Kantor Bea Cukai, Unit Intelijen Keuangan dan instansi terkait lainnya, untuk bekerja di bawah satu komando atau atap.
Setelah memberlakukan kebijakan moratorium kapal eks asing dan kepatuhan, lanjut Susi, KKP mulai mengaudit sekitar 1.200 kapal. Hasilnya, semua kapal eks-asing ini ditemukan melanggar hukum dan peraturan. Jenis pelanggaran mencakup ijin ganda penangkapan ikan, transhipment illegal, menggunakan pelaut asing, penonaktifan sistem monitoring dan Automatic Identification System (AIS), mengekspor tanpa dokumen yang tepat, menggunakan alat tangkap yang dilarang dan pelanggaran fishing ground.
Selain itu, tim juga menemukan kapal penangkap ikan yang dilakukan perdagangan manusia dan kerja paksa selama beroperasi. Administratif dan tindakan investigasi kriminal telah diambil untuk menindaklanjuti temuan kegiatan analisis dan evaluasi.
“Ke depan kami akan meningkatkan tata kelola bisnis perikanan melalui pengembangan roadmap yang mencakup delapan isu pemerintah, yakni pendaftaran kapal, kontrol pelabuhan, dokumentasi penangkapan, tata kelola perizinan atau lisensi pemerintahan, sistem pengawasan, penegakan hukum, penelusuran hak asasi manusia dan peningkatan kerja sama internasional,” kata Susi.
Menurut Susi, upaya yang dilakukan KKP dalam penanggulangan kejahatan perikanan bukanlah tanpa tantangan. Beberapa tantangan ditemui antara lain kesulitan dalam memonitoring operasi penangkapan ikan, kesenjangan pandangan antara petugas penegak dalam menafsirkan hukum dan peraturan, pengadilan yurisdiksi khusus perikanan masih terbatas dan kurangnya kerja sama internasional serta kemampuan mendeteksi yang kurang memadai untuk merespon pelanggar hukum.
“Kami berterima kasih karena menerima dukungan dan tanggapan positif dari berbagai masyarakat internasional. Saya harap dapat melanjutkan kerja sama ini dalam rangka melawan kejahatan perikanan secara global dengan efektif,” pungkas Susi.