YOGYAKARTA – Sejatinya, laut Indonesia mempunyai peran sangat besar secara strategis, budaya dan ekonomi bagi kehidupan bangsa. Sumberdaya kelautan dann perikanan mempunyai potensi ekonomi mencapai USD800 miliar (Rp10.800 triliun) per tahun dan dapat menyediakan kesempatan kerja sekitar 40 juta orang, kata Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo di Yogyakarta, Sabtu (8/8).
Mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada acara Seminar Nasional Tahunan XII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 2015 di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta, Ka Balitbang KP menambahkan, sesuai konvensi UNCLOS, luas lautan Indonesia mencapai 5,8 juta km2, jauh lebih luas dibanding daratan (1,9 juta km2). ‘’Dari sisi geografis dan demografis Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, maka Indonesia layak menjadi poros maritim dunia yang sangat berperan dalam perkembangan ekonomi dan industri dunia,’’ tegasnya.
Namun demikian, kata Achmad, potensi yang luar biasa itu belum tergali sepenuhnya. Sekitar 80% sumberdaya keluatan dan perikanan belum terjamah. Untuk itu, menyongsong MEA 2015, optimalisasi inovasi iptek kelautan dan perikanan diperlukan untuk mendukung daya saing bangsa. Dia menjelaskan, ada empat strategi yang diperlukan untuk mendukung kebijakan tersebut. Pertama, memperkuat kebijakan penelitian kelautan dan perikanan dengan indikator utama tersedianya Agenda Nasional Penelitan Kelautan dan Perikanan dan menguatnya kelembagaan penelitian.
Kedua, meningkatkan ketersediaan sumberdaya untuk inovasi iptek kelautan dan rekayasa sosial dengan indikator meningkatnya anggaran riset kelautan dan perikanan, bertambahnya jumlah peneliti dan karyanya (publlikasi, paten) dan termutakhirnya sarana penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketiga, mmperkuat jaringan inovasi iptek kelautan untuk keterpaduan antar sektor dan memperkuat kesinambungan hulu-hilir dengan indikator meluasnya cakupan penelitian ke seluruh Indonesia yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan kompetensi. Dan, keempat, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan hasil inovasi iptek nasional dengan indikator terbentuknya lembaga advokasi dan inkubasi bisnis sehingga meningkatkan adopsi dan penerapan iptek nasional oleh pengguna baik masyarakat maupun industri.
Membahas tema Peningkatan Kapasitas SDM, Komunikasi dan Hilirisasi Hasil-hasil Penelitian Untuk Peningkatan Daya Saing Sektor Kelautan dan Perikanan, Ka Balitbang KP menekankan pentingnya Indonesia meningkatkan kemampuan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Malaysia yang sudah sangat agresif mempersiapkan diri untuk memanfaatkan peluang MEA 2015. ‘’Jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi pasar sasaran serbuan barang dan jasa dari negara lain. Hal ini akan membuat negara kita menjadi negara yang konsumtif,’’ ungkapnya.
Peningkatan daya saing nasional, tambahnya, sangatlah penting mengingat perkembangan perekonomian dunia saat ini sudah mengarah pada ekonomi yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan pembangunan perekonomian tidak lagi bertumpu hanya pada keberlimpahan sumber daya alam, melainkan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah. Sebagai contoh, Cina dan Jepang, dengan penguasaan teknologi yang mumpuni dan implementasi teknologi yang tepat, telah membawa Cina dan Jepang menjadi negara di Asia dengan Gross Domestic Product (GDP) tertinggi masing-masing sebesar USD 10.360.105 dan USD 4.601.461 (Bank Dunia, 2014).
Berdasarkan data World Economic Forum (WEF), indeks daya saing Indonesia mengalami peningkatan dari 4,5 pada tahun 2013-2014 menjadi 4,6 pada tahun 2014-2015. Peningkatan skor ini membawa posisi daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 38 menjadi 34 dunia. Adapun di antara 10 negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi kelima setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
Menurut Achmad, peningkatan daya saing nasional merupakan hasil dari kinerja berbagai pilar yang menjadi penopangnya. Antara lain penguatan inovasi teknologi Indonesia yang membaik dari skor 3,57 pada tahun 2009-2010 menjadi 3,82 pada tahun 2013-2014. Penguatan ini meningkatkan posisi Indonesia di ASEAN di posisi ketiga setelah Singapura dan Malaysia.
Menjawab tantangan MEA, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendorong daya saing nasional di sektor kelautan dan perikanan melalui program/kegiatan yang berorientasi pada upaya peningkatan sumberdaya dan kapasitas iptek kelautan dan perikanan. Hilirisasi hasil litbang ini arahnya bukan hanya untuk meningkatkan daya saing produk industri pada bagian hilir saja melainkan juga daya saing SDM, terutama fungsional peneliti dan perekayasa.
Untuk meningkatkan kontribusi iptek terhadap peningkatan daya saing produk dan hilirisasi hasil litbang kelautan dan perikanan, jelas Achmad, pihaknya telah melakukan empat hal. Pertama, perencanaan kegiatan litbang kelautan dan perikanan difokuskan pada kebutuhan dan kesesuaian dengan kapasitas adopsi pengguna teknologi. Kedua, dukungan anggaran untuk scale up hasil litbang menjadi skala industri yang lebih massal. Ketiga, melakukan pengukuran level kesiapan teknologi sebelum diadopsi oleh industri’ dan keempat, penguatan sarana dan prasarana yang memadai.
Pada kesempatan lain, Ka Balitbang juga melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sleman untuk melihat Model Penerapan Iptek Budidaya Udang Galah GI Macro II Bersama Padi (UGADI-udang galah padi). Bersama pejabat setempat, Achmad Poernomo memanen udang galah dan padi pada unit Iptekmas yang merupakan hasil kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya (Puslitbang PB) Balitbang KP dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, melakukan kegiatan IPTEKMAS atau di Kabupaten Sleman.
Model UGADI, menurut Ka Balitbang, ternyata bisa meningkatkan produktivitas panen udang galah maupun padi sawah. Dalam 1.000 m2 UGADI dapat dipanen 1,52 kwintal udang galah dan 8,82 kwintal padi. ‘’Produktivitas padi meningkat sekitar 29,7$ dari pengelolaan biasa,’’ tambah Ka Balitbang. Secara ekonomi, dalam waktu 4 bulan menghasilkan pendapatan Rp 14,3 juta, dimana Rp 4,4 juta dari hasil padi dan Rp 9,9 juta dari hasil udang galah.