Menjelang Ramadhan 2015, Balitbang KP menggelar acara panen parsial hasil budidaya Udang Vaname superintensif. Acara berlangsung tanggal 16 Juni 2015 di lokasi Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) yang terletak di Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulsel.
Dalam sambutannya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (BalitbangKP) yang diwakili oleh Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros, Dr. Ir. Andi Parenrengi, M. Sc. menyatakan, upaya litbang perikanan budidaya akan terus dikembangkan untuk memberi kontribusi dalam program nasional Indonesia sebagai poros maritim. Dia berharap para peneliti mampu terus berinovasi dengan memperkuat azas scientific dalam pemecahan masalah perikanan. ‘’Jembatan litbang perikanan budidaya dan pemerintah daerah perlu terus dikembangkan agar hasilnya nyata dapat dinikmati masyarakat,’’ tegasnya.
Dari areal tiga petak tambak seluas 1000 m2 dengan kepadatan 750 ekor per m2, menurut Kepala BPPBAP Maros, diperoleh hasil produksi sekitar 7,5 ton Udang Vaname. Hasil penjualan dari produksi panen parsial tersebut selanjutnya akan menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi BPPBAP. PNBP itu akan menjadi pencapaian indikator kinerja Balai di bawah Puslitbang Perikanan Budidaya.
Andi menjelaskan, panen perdana itu dilakukan secara parsial yaitu pada pemeliharaan superintensif hari ke-60. Tujuan panen parsial ini adalah untuk menyeimbangkan biomassaudang dalam pemanfaatan ruang dan komponen abiotik seperti lingkungan perairan, khususnya kandungan oksigen.
Panen parsial, ujar Andi, merupakan salah satu bagian penelitian yang sudah berjalan tiga tahun ini. Bagi BPPBAP, pengembangan budidaya Udang Vaname Superintensif di tambak kecil (Small Scale Intensive Farm) adalah satu penelitian strategis. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m; padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal, dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya. Inisiasi sistem akuakultur ini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui peningkatan produksi yang berdaya saing. Balitbang berperan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy.
Budidaya Udang Vaname superitensif, jelas Andi Parenrengi, berawal dari kajian awal Prof Dr. Ir. Rachman Syah MS tahun 2013. Sebagai peneliti utama di BPPBAP Maros, dia menginisiasi kajian tentang kinerja budidaya udang vaname superintensif pada padat penebaran yang berbeda sebagai acuan untuk menentukan padat penebaran optimal udang vaname superintensif pada tambak kecil. Kinerja yang didapatkan sangat memuaskan dimana selama masa pemeliharaan 105 hari produksi yang diperoleh pada usaha budidaya udang super intensif kepadatan 500 ekor/m2 adalah sebesar : 6.376 kg, sedangkan pada kepadatan 600 ekor/m2 dihasilkan produksi sebesar 8.407 kg. Laba operasional dari kegiatan tersebut sebesar Rp. 234-338 juta per siklus.
Pada tahun 2014, tambahnya, hasil penelitian pada lokasi yang sama menunjukkan bahwa pada padat penebaran 750, 1.000, dan 1.250 ekor/m2 didapatkan produksi masing-masing 7.200, 10.700, 12.200 kg selama 105 hari pemeliharaan. Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2 didapatkan produksi yang besar. Namun, di sisi lain, perlu disadari sejak awal bahwa terdapat potensi dampak yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir. Hal ini disebabkan pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik, sedimentasi. Tentunya sejarah degradasi pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur.
Pada tahun 2015, Prof Rachman Syah melanjutkan penelitian dengan mengkaji aspek pemanfaatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dimana IPAL ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem budidaya teknologi super intensif. Benang merah penelitian 2013 – 2015menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy, dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut.
Selain Ka. BBPBAP Maros, juga ikut memanen udang hasil budidaya superintensif itu antara lain WakilKetua DPRD, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Bidang Perikanan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang, beserta tim peneliti dan masyarakat setempat.
Pada hari yang sama dilakukan penutupan kegiatan program magang dan bimbingan teknologi yang telah dilaksanakan pada tanggal 10-16 Juni 2015 dengan peserta dari Kabupaten Takalar, Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulsel, Provinsi NTT, Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. dan Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan paradigma bagaimana industri akuakultur super intensif yang berkelanjutan, yang bukan hanya penekanan pada aspek produksi saja, tetapi juga tetap bertanggung jawab pada kelestarian lingkungan pesisir. Diharapkan para peserta dapat mengembangkan sistem budidaya super intensif yang telah ada maupun yang akan dikembangkan di daerah masing-masing berdasarkan prinsip-prinsip budidaya super intensif yang berkelanjutan.