Untuk membantu mengatasi berbagai masalah pembangunan, LAPAN menawarkan 14 layanan sistem informasi. Terdiri dari tujuh sistem informasi untuk mitigasi bencana (SIMBA) dan tujuh informasi sumberdaya alam dan lingkungan (SISDAL).
Dari 14 sistem informasi yang dikembangkan LAPAN, tiga diantaranya sudah berbasis otomatisasi secara real time 24 jam per hari, kata Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Dr M Rokhis Khomaruddin kepada wartawan. Ketiganya adalah penentuan zona potensi penangkapan ikan (ZPPI), pemantauaan fase pertumbuhan padi, dan deteksi daerah kebakaran untuk tangap darurat.
Dengan otomatisasi, jelas Rokhis, informasi dari satelit pemantauan dapat tersaji jauh lebih cepat dan akurat. Otomatisasi bisa memangkas waktu pengolahan dari awalnya 6-9 jam (pengolahan manual) menjadi sekiar  3-8 menit saja.
 Otomatisasi data ZPPI telah tersedia untuk 24 wilayah zona penangkapan ikan seluruh Indonesia. Data ZPPI terbukti banyak membantu nelayan di Kabupaten Karawang. Menurut pengakuan nelayan, informasi ZPPI yang disediakan Lapan untuk dinas perikanan terkait memiliki tingkat akurasi sampai 99%. Sementara, menurut data riset, tingkat akurasi ZPPI mencapai 80,5%.
 Rokhis menjelaskan, pemantaun fase pertumbuhan padi telah dikembangkan sejak tahun 2005 untuk wilayah Pulau Jawa. Per tahun 2010 diperluas cakupannya menjadi Jawa dan Sumatera, kemudian ditambah lagi dengan Sulawesi dan Kalimantan mulai tahun 2014. Kini, dalam setiap rapat penentuan Angka Ramalan luas tanam dan luas panen padi di BPS, data LAPAN telah rutin menjadi bahan masukan.
 Dengan anggaran LAPAN 700-800 milyar per tahun, tambah Rokhis, pihaknya telah melakukan otomatisasi tiga layanan SIMBA dan SISDAL. Sebelas layanan sistem informasi lainnya akan terus dikembangkan seiring dengan harapan adanya peningkatan angaran riset LAPAN.
Ke depan, kata Rokhis, LAPAN juga berkeinginan untuk bisa mengembangkan satelit operasional bersama konsorsium nasional. Jika anggaran riset Rp 1,5 tilyun per tahun tersedia, pohaknya optimis pada tahun 2019, Indonesia akan memiliki satelit operasional sendiri. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki kemandirian penuh dalam sistem pengolahan data dan pemanfatatan satelit.
Teknologi penginderaan jauh memiliki keunggulan karena mampu menghasilkan data dengan cakupan yang luas, aktual, cepat, hemat dan bersifat historis. Bahkan, penginderaan jauh juga sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan pertahanan dan keamanan, pemantauan wilayah strategis seperti wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil, serta kelautan.
Dalam mendukung pembangunan nasional, teknologi penginderaan jauh bahkan mampu meningkatkan pendapatan negara melalui pajak, efisiensi penangkapan ikan dan efisiensi dalam peningkatan produktivitas tanaman padi.
Melalui SIMBA, Pusfatja LAPAN menyajikan informasi kondisi liputan awan dan curah hujan, sistem peringkat bahaya kebakaran, pemantauan kondisi titik panas (hotspot), kabut asap kebakaran dan informasi bekas lahan terbakar, informasi potensi banjir di wilayah genangan banjir, informasi potensi banjir dan kekeringan di wilayah penanaman padi, dan informasi letusan gunung berapi.
Sementara itu, melalui SISDAL, Pusfatja LAPAN juga menyediakan informasi tentang tutupan lahan hutan seluruh Indonesia, pemantauan fase pertumbuhan padi, pemantauan ekosistem danau, informasi pulau kecil terluar, zona potensi penangkapan ikan, sebaran mangrove dan sebaran terumbu karang.
Periode waktu informasi yang diberikan baik SIMBA maupun SISDAL diperbarui secara periodik dalam harian, delapan harian dan bulanan. Data utama yang digunakan SIMBA berasal dari data satelit Terra/Aqua Modis, NOAA AVHRR, MTSAT-IR, Qmorph, dan TRMM. Sedang data utama SISDAL adalah data satelit resolusi rendah, menengah dan tinggi antara lain dari satelit Terra/Aqua Modis, Landsat TM/ETM +/8 dan Spot 5/6.