Jakarta, technology-indonesia.com – Pengelolaan sumber daya alam (SDA) penghasil pangan di Indonesia masih mengandalkan pola-pola lama yang minim sentuhan teknologi dan inovasi. Pemberian nilai tambah pada produk-produk pertanian, peternakan, dan perikanan dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan nilai tambah pada produk-produk pertanian dan peternakan harus didukung dengan riset yang kuat, baik riset dasar maupun riset-riset aplikatif/komersial yang sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat. Peningkatan nilai tambah bisa dilakukan melalui penggunaan benih atau bibit unggul berproduktivitas tinggi disertai dengan praktik pertanian yang baik, pengembangan pasar dan introduksi teknologi proses produksi, dan lain-lain.
Upaya terstruktur perlu dilakukan dalam rangka mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan peternakan nasional. Penyelesaian permasalahan pangan juga membutuhkan sinergi yang baik antar berbagai pihak. Salah satunya melalui skema pendanaan riset yang diberikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Direktur Inovasi Industri Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Santosa Yudo Warsono mengatakan ada dua skema besar pendanaan dari Kemenristekdikti untuk mendukung hasil-hasil riset. Skema pertama adalah teaching industri yang pendanaannya dikhususkan untuk perguruan tinggi.
“Skema kedua, pendanaan inovasi industri yang fokus utama pada industri-industri yang berkolaborasi memanfaatkan teknologi atau hasil temuan lembaga litbang atau perguruan tinggi untuk diproduksi secara massal,” kata Santosa pada acara Coffee Morning terkait penyelenggaraan Forum Industri Pangan di Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Forum Industri Pangan akan diselenggarakan oleh Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor pada 24 Mei 2017. Forum ini bertujuan untuk mewujudkan kolaborasi pemanfaatan hasil riset dalam rangka mendukung kemandirian pangan nasional.
Menurut Santosa, proposal riset fokus bidang pangan paling mendominasi, begitu juga kegiatan yang didanai. Meskipun pendanaan-pendanaan inovasi di bidang pertanian ini cukup besar dari sisi jumlahnya tapi outcome yang dihasilkan belum signifikan.
Kemenristekdikti memandang ke depan pendanaan inovasi ini basisnya bukan output tapi outcome. “Kalau bicara output mudah, misalkan kita memberi dana 1 milyar menghasilkan benih sekian ton. Tapi benih sekian ton ini dimanfaatkan masyarakat berapa puluh ribu hektar?” terangnya.
Dalam forum ini akan diadakan round table discussion agar kolaborasi antara pelaku industri dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi ini bisa mengantarkan pencapaian outcome. Diskusi ini akan menghadirkan pelaku industri, pelaku riset dan pelaku kebijakan. “Begitu kita bicara outcome, yang kita lihat bukan sekedar pendanaan dari Kemenristekdikti. Lebih luas dari itu adalah bagaimana industri dan lembaga litbang bisa bersama-sama berdiskusi dengan penentu kebijakan,” lanjutnya.
Hilirisasi hasil riset dan inovasi memerlukan dukungan dan kolaborasi berbagai pihak yang dikenal sebagai triple helix plus, yaitu Academia, Business, dan Government, plus Community (A-B-G-C). Kolaborasi ini berkembang dengan bantuan media (M) menjadi konsep penta helix. Kolaborasi A-B-G-C-M dalam hilirisasi hasil riset dan inovasi sangat diperlukan pada semua rantai nilai industri pangan yang terdiri atas produksi, pengolahan, manufaktur, distribusi/tata niaga dan konsumen.
Hingga saat ini masih banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dan lembaga riset dalam proses hilirisasi teknologi/inovasi, diantaranya riset yang belum berorientasi atas kebutuhan pasar, hasil riset yang masih skala laboratorium, kurangnya kepercayaan pelaku bisnis di Indonesia untuk memanfaatkan hasil riset, serta masih kurangnya implementasi konsep open science.
Santosa berharap Forum Industri Pangan dapat memperkuat kemandirian pangan nasional melalui peningkatan kolaborasi berbagai pihak dalam memanfaatkan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya. Melalui forum ini diharapkan dapat dipetakan berbagai permasalahan hilirisasi hasil riset/inovasi dan dihasilkan suatu model kolaborasi A-B-G-C-M yang sesuai dan dapat diterapkan pada berbagai tata kelola perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya.
Forum Industri Pangan ini akan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di bidang pangan nasional antara lain Kemenko Perekonomian, Kemenristekdikti, Kementan, Kemenperin, LIPI, BATAN, BPPT, BIC, PUSPITEK, SEAMEO BIOTROP, dunia industri dan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, untuk melihat kemajuan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi dan lembaga riset akan ditampilkan dalam pameran inovasi bidang pangan dan kunjungan ke seed center IPB di Leuwikopo Darmaga, Bogor dan PT. KAR di Rumpin, Bogor.