Bogor : Kementerian Pertanian menambah kembali jumlah profesor riset, menjadi 131 melalui pengukuhan 3 profesor riset baru, yaitu Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia MS dalam bidang budidaya tanaman, Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc dalam bidang hidrologi dan konservasi tanah, dan Prof. Dr. Ir. I Made Jana Mejaya, MSc dalam bidang pemuliaan dan genetika tanaman.
Menteri Pertanian Dr Amran Sulaiman dalam sambutan yang dibacakan Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir, mengapresiasi temuan ketiga Profesor Riset dan meminta berkolaborasi dan bersinergi dalam wadah Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR).
Menurut Menteri Pertanian sinergi ini tidak saja akan jadi model bagi peneliti lainnya, namun secara konkret dapat menjawab berbagai permasalahan riil yang dihadapi petani saat ini. “Orasi terasa istimewa, karena apa yang disampaikan ketiga Profesor Riset terkait erat dengan program utama Kementan, yaitu Upsus Pajale yang terus kita kembangkan,” paparnya dalam sambutan, Senin (9/4/2018). Upsus Pajale, yaitu upaya khusus padi, jagung, dan kedelai.
Mentan Amran Sulaiman juga langsung menugaskan ketiga Profesor Riset tersebut mengimpelentasikan penelitiannya. Prof. Dr. Ir Made Jana Mejaya, diharapkan menjadi pelopor penggunaan benih jagung hibrida Balitbangtan oleh petani di lahan kering. “Melalui perbaikan menejemen penyediaan benih induk di Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) lingkup Balitbangtan dan program Desa Mandiri Benih, diharapkan harga benih F1 jagung hibrida menjadi lebih kompetitif,” ujarnya.
Sementara Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc diharapkan segera merumuskan reinovasi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berdasarkan agro ekosistem. Sehingga PTT pola baru tidak saja berorientasi pada peningkatkan produktivitas, tapi juga meningkatkan pendapatan petani. “Konsep ini akan jadi dasar pengembangan Upsus Pajale 2018-2019,” ujar Kementan.
Hal yang sama juga disampaikan Kementan Dr Amran Sulaiman pada Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia, MS untuk mewujudkan korporasi pertanian dengan menggabungkan teknologi budidaya padi tanam benih langsung (Tabela) super jajar legowo dengan teknologi lainnya. Wilayah proyek percontohan, lanjut Kementan, bisa dikembangkan di beberapa lokasi di Sulawesi.
Profesor Dr Ir I Made Jana Mejaya MSc dalam orasi ilmiahnya “Pengembangan Varietas Unggul Jagung Hibrida Adaptif Lahan Kering Mendukung Swasembada Jagung Berkelanjutan” menjelaskan, hasil riset litbang pertanian untuk pemuliaan jagung tidak kalah dengan yang dihasilkan perusahaan multinasional. Untuk benih jagung Bima-3, kata Made, pada kondisi “cekaman” kekeringan, Bima-3 mampu menghasilkan rata-rata 6,59 ton/ha. Jumlah produksi tersebut lebih tinggi 11,5% dibandingkan dengan hasil varietas Bisi-2, yang dihasilkan perusahaan multinasional.
Namun sayangnya, lanjut Made, bila dilihat di tingkat petani penggunaan Bisi-2 jauh lebih banyak dari Bima-3, karena proses hilirisasi yang dilakukan perusahaan multinasional lebih baik. “Untuk itu Lembaga Litbang Pemerintah perlu upaya khusus dalam membenahi proses inovasi serta upaya hilirisasinya atau mensosialisasikan hasil teknologi pada masyarakat,” ujar Made.
Profesor Dr Ir Hasil Sembiring, MSc yang juga mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementan menyampaikan orasi “Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Berbasis Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air Menuju Sistem Pertanian Presisi”. Menurut Hasil Sembiring, inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada usaha tani padi berperan dalam peningkatan produksi pangan, terutama meningkatnya degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia berlebih sehingga menyebabkan lahan “sakit”.
“Penerapan PTT secara luas diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah sehingga dapat dicapai peningkatan produktivitas minimal 20%, dan menekan biaya produksi. Untuk itu diperlukan reinovasi teknologi PTT pada masing-masing agro ekosistem,” paparnya.
Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia, MS menyempaikan orasi ilmiah “Inovasi Teknologi Budidaya Padi Berbasis Tanam Benih Langsung (Tabela) Super Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan”.
Sahardi mengungkapkan Tabela Super unggul untuk peningkatan produksi dan menekan biaya produksi padi. “Teknologi ini secara teknis dan social ekonomi sangat cocok untuk diterapkan pada daerah dengan tenaga kerja yang terbatas serta mahal, serta kawasan yang kepemilikan lahan usaha tani yang luas,” ujarnya.
Teknologi Tabela Super, lanjut Sahardi, menjadi pelengkap teknologi alat dan mesin pertanian yang secara masif telah dikembangkan Kementan selama tiga tahun terakhir.
Foto : Setiyo