LIPI Dorong Peran Riset dan Kebijakan untuk Penguatan Nilai Ubi Kayu

alt

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati menyerahkan buku Ubi Kayu: Dari Biodiversitas menjadi Klon Unggul untuk Ketahanan Pangan dan Industri kepada Komarudin dari Badan Ketahanan Pangan.
 
Cibinong, Technology-Indonesia.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong peran riset dan kebijakan untuk penguatan rantai nilai ubi kayu. Indonesia saat ini cenderung bergantung pada impor ubi kayu olahan. Penyebabnya, produksi dan pemrosesan ubi kayu masih menghadapi kendala sehingga belum mampu bersaing dengan produk impor yang kualitasnya lebih baik, ketersediaan berkelanjutan, dan harga lebih murah.
 
Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan sumber karbohidrat penting di Indonesia yang kegunaannya juga meliputi non pangan. Ubi kayu yang diolah menjadi pati dan tepung telah dimanfaatkan secara luas oleh berbagai jenis industri, baik industri makanan maupun industri tekstil, kertas, farmasi, hingga bioenergi.
 
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati mengatakan peningkatan kebutuhan ubi kayu olahan belum mampu diimbangi oleh produk pertanian lokal yang didukung oleh inovasi teknologi. Inilah penyebab utama meningkatnya jumlah impor ubi kayu olahan, yang berdampak menurunnya luas lahan panen, jumlah produksi, dan produktivitas ubi kayu. Hal ini merupakan indikasi berkurangnya minat petani untuk melanjutkan peranannya dalam rantai nilai ekonomi ubi kayu. 
 
“Peran dan perhatian pemerintah melalui bentuk kebijakan yang mengatur tata niaga dan produksi sangat diperlukan untuk mendorong petani, akademisi dan peneliti, serta praktisi ubi kayu untuk meningkatkan produksi, kualitas serta daya saing produk ubi kayu dalam negeri,” kata Enny dalam workshop bertajuk “Peran Riset dan Kebijakan untuk Penguatan Rantai Nilai Ubi Kayu Indonesia” di Kantor Pusat Penelitian Bioteknologi, Cibinong, Bogor pada Kamis (7/9/2017)
 
Kegiatan itu ditujukan untuk membentuk konsorsium ubi kayu antar akademisi, peneliti, praktisi, dan pemangku kebijakan untuk meningkatkan sinergi peran institusi yang terkait dalam rantai ekonomi ubi kayu. 
 
“Tidak ada gunanya teknologi yang canggih jika tidak didukung kebijakan. Begitu juga sebaliknya, kebijakan harus didasarkan pada hasil-hasil riset,” lanjutnya. Karena itu, rekomendasi hasil workshop akan disampaikan pada instansi terkait untuk dijadikan acuan pengambilan keputusan.
 
Enny mengatakan selama ini pendanaan dari pemerintah untuk pangan lebih terfokus pada padi, jagung dan kedele (Pajale). Sementara di satu sisi pemerintah mengembar-gemborkan diversifikasi pangan. Selain itu, kebanyakan petani menanam ubi kayu ala kadarnya sehingga hasilnya tidak maksimal. Karena itu perlu inovasi baik dari budidaya hingga pemanfaatannya.
 
“Riset yang sejalan  dengan kebijakan pemerintah ataupun kebijakan yang mendukung tumbuhnya inovasi baru diharapkan mampu menguatkan peran riset lebih besar dalam mempercepat gerakan rantai nilai ekonomi ubi kayu,” terang Enny.
 
Enny berharap berbagai hasil riset seperti bibit ubi kayu unggul berdaya hasil tinggi, kaya nutrisi penting, tahan kekeringan, umbi tahan simpan, teknologi pengolahan pasca panen, dan teknologi budidaya dengan memanfaatkan pupuk hayati dapat diaplikasikan pada pertanian dan industri berbasis ubi kayu.
 
Untuk meningkatkan perhatian berbagai pihak terhadap produksi dan tata niaga ubi kayu, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bambang Sunarko mengungkapkan, perlu dilaksanakan pertemuan ilmiah yang melibatkan peran serta aktif akademisi, peneliti, praktisi dan kementerian teknis untuk membahasnya. 
 
“Dengan pembahasan dalam pertemuan tersebut kan dihasilkan rancangan implementatif riset maupun rumusan kebijakan untuk menjadi aksi nyata dalam mendorong peningkatan dan penguatan produksi ubi kayu olahan di Indonesia,” terangnya.
 
Menurut Bambang, perumusan kebijakan untuk mengatur tata niaga importasi ubi kayu Indonesia sangat diperlukan. Kebebasan impor ubi kayu menyebabkan kerugian besar kepada petani karena harus menjual singkong dengan harga lebih rendah.
 
“Selain itu, kebijakan pemerintah lainnya untuk meningkatkan produksi dan kualitas ubi kayu Indonesia masih perlu direkomendasikan. Begitu pula dengan riset dan inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing produk ubi kayu Indonesia perlu ditingkatkan supaya petani tidak kembali dirugikan,” kata Bambang.
 
Workshop yang diikuti 130 peserta ini merupakan bagian dari Open House Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang diselenggarakan pada 7-8 September 2017. Open house ini diisi beragam kegiatan seperti pameran hasil riset, pelatihan bidang bioteknologi, kunjungan laboratorium, demo etalase produk teknologi pertanian dan peternakan terpadu zero waste, serta workshop kegiatan riset unggulan bioteknologi.
 
Pada kesempatan tersebut dilaksanakan juga soft launcing buku berjudul Ubi Kayu: Dari Klon Biodiversitas Menjadi Klon Unggul untuk Ketahanan Pangan dan Industri yang ditulis oleh sembilan peneliti ubi kayu. 
 
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author