Presiden Joko Widodo dan Presiden Perancis menyaksikan Menristekdikti Mohamad Nasir dan Menteri Muda Bidang Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis Christophe Sirugue menandatangani perjanjian kerjasama (Foto Kemenristekdikti/Ardian)
Jakarta, technology-indonesia.com – Presiden Perancis Francois Hollande melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada hari ini, Rabu (29/3/2017). Kunjungan tersebut bersejarah karena merupakan kunjungan pertama Presiden Perancis setelah 30 tahun.
Presiden Perancis bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas rencana peningkatan kerja sama di berbagai bidang. Sejumlah nota kesepakatan telah ditandatangani di bidang pembangunan berkelanjutan, riset teknologi dan pendidikan tinggi, pertahanan, kelautan perikanan dan pariwisata.
Salah satunya naskah kerjasama di bidang iptek dan inovasi. Perjanjian tersebut merupakan pembaruan perjanjian serupa yang ditandatangani pada 1979.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan peningkatan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Perancis khususnya di bidang riset, teknologi dan pendidikan tinggi memiliki nilai strategis bagi kedua negara.
“Penandatanganan perjanjian ini merupakan momentum kebangkitan kerjasama iptek, inovasi dan pendidikan tinggi antara kedua negara” ujar Menristekdikti.
Dalam perjanjian tersebut, pemerintah kedua negara sepakat mengimplementasikan beberapa bentuk kerjasama. Salah satunya proyek dan program penelitian dan inovasi ilmiah bersama.
Kedua negara sepakat melakukan kunjungan dan pertukaran ilmuan, staf ahli, atau pakar bidang tertentu, termasuk pendidikan tinggi dan vokasi, serta pertukaran mahasiswa, trainee, dosen dan ilmuan muda.
Kesepakatan lainnya adalah penyelenggaraan konferensi ilmiah, seminar, workshop, pameran buku, pameran iptek dan kegiatan bersama lainnya, serta pengembangan dan penilaian kurikulum dan kualifikasi.
Kedua negara juga sepakat melaksanakan pertukaran informasi program gelar sarjana di kedua negara untuk membantu proses pengakuan akademik bagi sarjana dan diploma, serta pertukaran informasi penelitian dan pengembangan inovatif, model inovasi dan berbagi best practices di bidang kepentingan umum seperti kemitraan publik-swasta-akademik.
Melalui perjanjian ini, kerjasama iptek dan inovasi Indonesia-Perancis akan digagas pada bidang keamanan pangan dan agrikultur, energi, kesehatan, transportasi, advanced material, teknologi informasi dan komunikasi, maritim, dan lain-lain.
Sedangkan di sektor pendidikan tinggi, kerjasama kedua negara akan diintensifkan di bidang pembelajaran dan pengajaran; termasuk pendidikan guru dan pengembangan profesi, e-learning; teknologi pembelajaran inovatif, fasilitas dan model operasional terkait; teknologi pendidikan dan e-governance; pengakuan bersama gelar akademik dan diploma, serta pertukaran informasi sistem pendidikan dan kurikulum.
Perjanjian kerjasama ini ditandatangani Menristekdikti bersama dengan Christophe Sirugue, Menteri Muda Bidang Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis.
Perjanjian tersebut akan menjadi payung hukum bagi beberapa kesepakatan kerjasama lain di bidang Iptekdikti yang juga akan ditandatangani dalam kunjungan Presiden Perancis ke Indonesia.
Kesepakatan tersebut diantaranya pengaturan Kemitraan Hubert Curien Perancis-lndonesia “Nusantara”; perjanjian kerja sama dalam bidang riset dan inovasi antara Kemenristekdikti dengan Cosmetic Valley; perjanjian kerangka kerja sama antara BPPT dengan INSA; dan perjanjian antara Kemenristekdikti dengan Universitas Montpellier tentang Program Peningkatan Kapasitas.
Khusus untuk kerjasama Program Kemitraan Hubert Curien (PHC) “Nusantara”, Menristekdikti menyatakan program tersebut telah digagas kedua negara sejak 2008, dan berhasil diimplementasikan dengan baik hingga saat ini.
Kesepakatan terkait Program Nusantara kali ini untuk memperbarui program kerjasama PHC Nusantara yang telah disesuaikan dengan program prioritas di Indonesia dan Perancis. Tujuan dari program kerjasama PHC Nusantara untuk mempromosikan dan mendukung kerjasama penelitian di Indonesia dan Perancis.
“Kerjasama tersebut dapat dijalin baik antar negara maupun asosiasi penelitian (baik milik pemerintah maupun swasta) selama mereka memiliki satu tujuan dalam penelitian bersama”, pungkas Menristekdikti.