Dalam kunjungannya ke Indonesia, Direktur Jenderal IAEA, Yukiya Amano meninjau fasilitas Non Destructive Diagnostic Investigations (NDI) milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta pada Jumat (23/1). Tahun ini, laboratorium NDI – BATAN ditetapkan sebagai collaborating centre IAEA atau laboratorium acuan untuk negara-negara kawasan ASEAN.
Penetapan ini sebagai bentuk apresiasi bagi Indonesia terhadap penguasaan teknologi nuklir khususnya di bidang industri. Prinsip dari teknologi ini antara lain penggunaan isotop sebagai sumber yang diinjeksikan untuk mempelajari fluida atau gas yang ada di dalam pipa yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain. “Dengan menggunakan isotop, kita bisa membaca apa yang ada di dalam pipa tersebut”, jelas Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) BATAN, Hendig Winarno.
Teknik lainnya dengan menggunakan sinar x atau cobalt untuk mendeteksi suatu alat tanpa menghentikan pengoperasian dari alat tersebut. “Prinsipnya sinar x atau cobalt digunakan untuk mendeteksi benda agar kita bisa melihat apa yang ada di dalam suatu proses industri,” tambahnya.
Sehari sebelumnya, Yukiya Amano menemui beberapa perwakilan pemerintahan Indonesia antara lain Menteri Ristek Dikti, Bapeten, Menteri Luar negeri, Sekretaris Menteri Bappenas, Kesekretariatan ASEAN, dan Ketua DPR. Menurut Kepala BATAN Djarot S. Wisnubroto, dari hasil pertemuan tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi sangat terbuka untuk program-program baru termasuk nuklir. IAEA siap membantu dalam keseriusan Indonesia mengembangkan teknologi nuklir.
Di kalangan negara anggota IAEA, Indonesia unggul dalam hal penguasaan teknologi nuklir di bidang pangan. Produk teknologi varietas tanaman padi dan kedelai diakui memiliki keunggulan yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas pangan.
“Kami bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dalam penggunaan nuklir untuk pangan, karena kami tidak punya cabang di 34 provinsi. Semoga ini bisa membantu mempercepat swasembada pangan 3 tahun yang dikoordinir oleh Kementan”, kata Djarot.
BATAN juga bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat dalam pengembangan iptek nuklir bidang pangan, seperti kelompok tani dan kelompok pesantren. “Kami menyerahkan pada pihak terkait agar bisa mengelola secara mandiri terhadap pengelolaan iptek nuklir untuk pangan yang telah kami sampaikan. Peneliti kami jumlahnya terbatas untuk mengelola di 34 provinsi”, tambah Djarot.
Produk teknologi varietas tanaman padi dan kedelai juga diakui memiliki keunggulan tidak hanya dimanfaatkan di dalam tapi juga di luar negeri. Karena itu, pada bulan September 2014, Indonesia mendapatkan penghargaan dari FAO dan IAEA dalam bentuk Outstanding Achievemnet Award. Sumber www.batan.go.id