Geolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Nugroho Imam Setiawan (Foto Humas UGM)
Technology-indonesia.com – Geolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Nugroho Imam Setiawan berhasil menyelesaikan ekpedisi penelitian di Antartika. Nugroho merupakan peneliti pertama UGM dan wakil ASEAN yang mengikuti penelitian masa depan planet bumi di Antartika yang diselenggarakan Japan Antartic Research Expedition (JARE).
Ekpedisi JARE 58 diikuti 80 anggota dengan 35 diantaranya merupakan peneliti. Penelitian dibagi dalam 10 topik antara lain meteorologi, amtosfer, biologi terestrial oseanografi, geofisikia, geodesi dan geologi. Ekpedisi ini memakan waktu 4 bulan mulai 27 November 2016 hingga 22 Maret 2017.
“Saya masuk dalam tim geologi beranggotakan 8 orang. Sekitar 30 hari kami melakukan survei geologi di Antartika,” tutur Nugroho pada Kamis (29/3/2017) di Ruang Sidang Pimpinan UGM, Yogyakarta.
Dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik ini mengatakan dalam tim geologi semua anggota memiliki satu tugas utama. Nugroho bertugas mengobservasi cuaca harian. Dua kali sehari dia mencatat kondisi cuaca. “Jika ada pemberangkatan helikopter maka harus mengobservasi lebih detail,” ucapnya.
Saat itu Antartika sedang memasuki musim panas, sehingga matahari bersinar 24 jam setiap harinya. Suhu udara berkisar -5 derajat di malam hari dan -2 derajat di siang hari. Suhu maksimum 2 derajat.
Setiap hari tim geologi menjalankan rutinitas mengumpulkan sampel batuan metamorf di setiap lokasi penelitian. Ada delapan titik survei geologi yang mereka jelajahi yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, dan Mt. Riiser Larsen.
“Kami berusaha menyingkap batuan metamorf, batuan tertua di bumi berusia 3,8 miliar tahun yang ada di Antartika,” ujarnya.
Selama ekpedisi, Nugroho hanya menjumpai dua jenis batuan di lokasi penelitian. Batuan yang banyak ditemukan adalah batuan metamorf dan granitodis maupun perpaduan keduanya yaitu migmatitt. Batuan dengan struktur sarang lebah atau yang dikenal dengan Honeycomb structure banyak ditemukan pada batuan. Struktur ini terbentuk akibat gerusan angin dengan iklim kering di permukaan batuan.
Sepanjang area survei Nugroho dan tim geologi lainnya mengoleksi 10 hingga 20 kilogram sampel batuan. Dari hasil survei di seluruh lokasi, mereka berhasil mengumpulkan lebih dari 3 ton sampel batuan metamorf.
“Ada 141 sampel batuan metamorf dengan berat sekitar 200 kilogram akan dikrim ke Indonesia pada bulan Mei depan,” paparnya.
Batuan-batuan tersebut akan diteliti secara mendalam. Harapannya dari penelitian nantinya dapat dipelajari sejarah pembentukan dan perkembangan bumi.