Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pelayanan perizinan selama ini identik dengan banyak pintu dan banyak meja. Untuk mendapatkan suatu perizinan publik harus mendatangi lebih dari satu institusi atau kantor yang berbeda, termasuk perizinan penelitian asing.
Pelayanan terpadu (one stop service) perizinan penelitian asing merupakan hal yang sangat mendesak. Hal ini berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pihak asing untuk melakukan kerja sama penelitian dengan Indonesia.
“Dengan pelayanan satu pintu diharapkan dapat menarik pihak asing untuk melakukan kerjasama penelitian dengan mitra kerja di Indonesia, yang tentunya menguntungkan kedua belah pihak,” tutur Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati di sela Forum Konsultasi Publik (FKP) Layanan Ditjen Penguatan Risbang di Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Terkait peneliti asing, lanjut Dimyati, permasalahannya dari segi waktu pengurusan izin. Proses perizinan dalam tanggungjawab Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sudah menjadi satu hari dari yang tadinya empat hari. “Proses perizinan juga tergantung dari instansi lain yang menentukan izin itu. Kita masih diminta oleh mereka untuk lebih cepat lagi memberikan izin itu,” kata Dimyati.
Saat ini layanan terkait perizinan penelitian asing masih tersebar 20 instansi diantaranya Kemenristekdikti, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut Dimyati, peneliti asing membutuhkan waktu dan biaya lebih banyak untuk mendapatkan izin penelitian secara lengkap dari seluruh institusi terkait. Itu semua harus direformasi, agar pelayanan prima di bidang perizinan peneliti asing dapat terwujud. Karena itu, seluruh instansi terkait harus satu visi untuk meningkatkan pelayanan publik.
“Karena ada peneliti asing yang karena menunggu proses izinnya mengakibatkan dia tidak bisa melakukan penelitian secara lebih sempurna karena tergantung pada musim dan sebagainya,” katanya.
Dimyati mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang melakukan penyempurnaan dengan mengembangkan aplikasi online sehingga tidak harus melakukan rapat-rapat. Hanya tema-tema tertentu yang dirapatkan, sehingga diharapkan proses perizinan tinggal 2-3 hari.
Nantinya, instansi terkait perizinan peneliti asing akan dihubungkan secara online. Jika ada proposal maka ada tim dari Kemenristekdikti akan mendigitalkan kemudian diserahkan ke instansi terkait.
Dalam waktu 24 jam, mereka harus memberikan respon. Respon dari masing-masing kementerian/lembaga kita manage seperti rapat-rapat online. Kalau ada kisi-kisi yang masih keberatan kita undang untuk memperbaiki proses perizinan.
Menurut Dimyati, KLHK sudah sepakat untuk melakukan perjanjian kerja sama untuk integrasi sistem. “Tidak hanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kedepannya kami akan bekerja sama dengan seluruh kementerian/lembaga terkait untuk membentuk suatu sistem pelayanan terpadu di bidang perizinan penelitian asing,” ujarnya.
Selain perizinan penelitian asing, perbaikan layanan pun dilakukan terhadap layanan akreditasi jurnal nasional (Arjuna) serta science and technology index (Sinta). “Akreditasi jurnal yang sebelumnya dilakukan satu tahun dua kali, saat ini sudah dilakukan maksimal dua bulan sekali. Sedangkan untuk Sinta, nantinya akan terintegrasi dengan sistem pengabdian masyarakat, penilaian angka kredit dosen serta akreditasi program studi,” papar Dimyati.
Ditjen Penguatan Risbang, ungkapnya, akan terus menerus berupaya untuk meningkatkan layanan publik. Tujuan untuk meningkatkan iklim riset yang lebih kondusif demi tercapainya produktivitas hasil riset. FKP diharapkan menghasilkan rekomendasi berupa peningkatan kualitas layanan di Ditjen Penguatan Risbang, khususnya layanan perizinan penelitian asing, layanan Arjuna, serta layanan Sinta.