BPPT – China Jalin Kerjasama Pengembangan Bioteknologi

Perkembangan industri bioteknologi (bioindustri) di  Indonesia relatif lambat dibandingkan negara Asia lainnya seperti India dan China. Padahal Indonesia memiliki sumberdaya hayati yang cukup melimpah dan terbesar nomer empat setelah setelah Brazil, China, dan Afrika Selatan.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto mengatakan banyak hasil-hasil riset terkait pemanfaatan mikroorganisme lokal yang punya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut di industri namun tidak berlanjut dan tidak tuntas. Di samping permasalahan anggaran riset yang masih rendah, hasil kajian teknologi dari lembaga litbang sebagian besar belum siap diaplikasikan di Industri.

“Karena itu, Upaya-upaya konkrit perlu dilakukan untuk menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri serta secara tekno-ekonomi layak diaplikasikan di industri,” kata Unggul dalam acara penandatanganan kerjasama dengan China terkait bidang bioteknologi, di Jakarta, pada Kamis (2/6/2016).

Kegiatan ini merupakan bagian dari kerjasama Indonesia – China di bidang sains dan teknologi yang dimulai sejak 2011 oleh Kemenristekdikti dan MOST of China serta dikoordinasikan oleh Kedutaan Besar China melalui First Secretary of Science and Technology.

Untuk mengisi kerjasama ini, BPPT mengambil program Joint Laboratory and Technology Transfer yang ditawarkan oleh pemerintah China dengan mengandeng mitra kerjasama dari lembaga riset maupun industri. Salah satu mitra industri yang digandeng BPPT adalah Qingdao Vland Biotech Group Co. Ltd, salah satu industri biotek besar di China.

Menurut Unggul, kerjasama ini difokuskan untuk transfer teknologi dan riset bersama untuk pengembangan teknologi produksi enzim dan biofertilizer dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di LAPTIAB-PUSPIPTEK, Serpong. Pengembangan teknologi enzim diarahkan untuk aplikasi enzim di industri seperti industri pakan ternak, pulp dan kertas, maupun industri kimia lainnya.

“Sedangkan biofertilizer diharapkan dapat mendukung sistem pertanian hijau yang menggunakan konsep pupuk berimbang untuk meningkatkan produktivitas dengan tetap menjaga kualitas lingkungan,” lanjutnya.

Dalam kesempatan tersebut, Unggul menyampaikan bahwa saat ini kemajuan teknologi sangat dikendalikan oleh aplikasi bioteknologi yang memanfaatkan keunggulan agensia hidup atau sumberdaya hayati mikroba untuk menghasilkan produk-produk bernilai ekonomi tinggi.  Di kancah global, banyak berkembang industri bioteknologi modern yang menghasilkan produk dengan volume kecil namun memiliki nilai ekonomi sangat tinggi seperti vaksin, enzim, dan antibiotic/antiviral.

“Produk-produk ini siap menguasai dan membanjiri pasar di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Hampir 90% kebutuhan produk enzim untuk industri di Indonesia masih mengimpor dari India, China dan Eropa,” ungkap Unggul.

Unggul berharap kerjasama ini dapat meningkatkan penguasaan teknologi (bioteknologi) dan mendorong pengembangan bioindustri di Indonesia. Kerjasama ini diharapkan dapat mewujudkan BPPT sebagai pusat unggulan di bidang bioteknologi yang mampu menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang bioteknologi.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author