Balitkabi Uji Coba Varietas Unggul Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahwa

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tahwa merupakan makanan sehat yang diolah dari saripati kedelai yang bentuknya mirip dengan tahu, namun teksturnya sangat lunak. Tahwa biasanya dikonsumsi sebagai kudapan dengan tambahan kuah/sirup gula jahe hangat. Kombinasi antara kandungan protein yang tinggi dari kedelai dengan sari jahe yang bermanfaat untuk menjaga stamina tubuh, menjadikan tahwa sebagai pilihan kudapan yang tepat, terutama di masa pandemi.

Tahwa diperkirakan berasal dari Tiongkok yang telah dikenal pada masa Dinasti Han Barat dengan nama dòuhua atau dòufuhua. Dalam dalam bahasa Inggris, tahwa disebut dengan tofu brains karena teksturnya sangat lembut. Penamaannya berbeda antar negara meski agak mirip satu dengan lainnya, seperti di Thailand (tao huai), Vietnam (tàu hu hoa), Malaysia dan Singapura (tau hua atau tau huay), Filipina (tahô), serta Amerika (Douhua).

Di Indonesia, istilah tahwa berbeda-beda untuk masing-masing daerah. Di Jawa Barat, tahwa dikenal sebagai kembang tahu, di Jawa Tengah disebut tahok, di Yogyakarta wedang tahu, dan di Jawa Timur terutama Malang, Surabaya dan sekitarnya dikenal sebagai tahwa.

Cara penyajian tahwa di masing-masing negara juga berbeda. Di negara asalnya, China bagian utara, tahwa disajikan dengan kecap asin dan bahan-bahan lain, di antarnya seperti daging cincang, acar, jamur, dan udang sehingga menghasilkan citarasa asin gurih; bahkan di daerah Sichuan disajikan dengan chilli oil sehingga citarasanya lebih ke arah spicy.

Sementara di China bagian selatan, serta kebanyakan negara lain, douhua disajikan bersama dengan sari jahe, sirup, sirup gula, susu, atau salad buah sehingga lebih mengarah ke citarasa manis atau dapat juga disajikan tanpa bahan tambahan lain sehingga rasanya tawar/plain. Di Indonesia, tahwa biasanya disajikan dengan kuah panas yang berasal dari sirup jahe dan diberi perisa daun pandan untuk menambah aroma wangi.

Di Malang, terdapat beberapa pengrajin tahwa dengan brand berbeda. Salah satu pengrajin tahwa yang terkenal adalah Tahwa Mas Agus yang lokasi produksinya di daerah Bandulan, Kecamatan Sukun. Usaha ini sudah dijalankan Mas Agus selama 23 tahun dan merupakan usaha turunan yang dirintis oleh orang tuanya sejak tahun 1977. Saat ini, Tahwa Mas Agus memiliki 5 outlet untuk penjualannya.

Di Surabaya, tahwa sudah lebih dahulu dikenal masyarakat, terutama disukai oleh etnis Tionghoa, sehingga Mas Agus tertarik untuk berbisnis tahwa di Malang. Dalam satu hari, sekitar 15-20 kg kedelai diolah menjadi sekitar 400 porsi tahwa dan tidak biasa disimpan untuk dijual kembali pada keesokan harinya sehingga selalu fresh.

Sejauh ini, bahan baku yang digunakan adalah kedelai impor yang memang mudah diperoleh karena selalu tersedia di pasar. Pada 10 Mei 2021, Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) melakukan uji coba varietas unggul kedelai Devon 1 dan galur GH-63 (berbiji kuning) serta varietas Detam 1 (berbiji hitam) sebagai bahan baku tahwa di rumah produksi Mas Agus.

Ternyata dari segi warna, cukup baik dan cerah, termasuk yang berasal dari kedelai hitam meskipun sedikit lebih gelap karena kulit bijinya dipisahkan sebelum direndam dan digiling. Untuk aroma juga baik dan rasa lebih gurih dibandingkan dengan kedelai impor. Khusus tekstur sedikit lebih padat, terutama yang diolah dari kedelai hitam (Detam 1) dan GH 63, sedangkan Devon 1 mirip dengan tahwa dari kedelai impor.

Tahwa dari kedelai hitam dan GH 63 memiliki rendemen 1,2 kali lebih tinggi karena sarinya lebih kental sehingga perlu penambahan air lebih banyak. Sedangkan Devon 1 kurang lebih sama rendemennya dengan kedelai impor.

Kegiatan ini menunjukkan bahwa varietas unggul kedelai juga sesuai untuk diolah menjadi tahwa dan menurut Mas Agus layak untuk dipasarkan. Masalahnya adalah ketersediaan bahan baku kedelai tersebut secara lumintu (berkelanjutan) di pasaran karena produksi tahwa dilakukan setiap hari. Produksi tahwa juga cenderung meningkat pada masa pandemi Covid-19 karena diyakini dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh.

Kehadiran tahwa juga menambah varian olahan kedelai, selain tempe dan tahu yang selama ini dominan dikonsumsi sebagai lauk-pauk dan tentunya peluang bisnis bagi pengusahanya. (Sumber Balitkabi)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author