Setelah sempat mati suri selama dua tahun karena keterbatasan anggaran, Kementerian Ristek kembali menggairahkan penggunaan Open Source.
“Perangkat lunak ini jika diterapkan secara maksimal, akan membuat para peneliti kita wawasannya semakin luas. Selama ini peneliti kita masih ego sektoral. Kalau bukan bidangnya, tidak mau tahu lebih jauh,” kata Dr. Ir. Agus Sediadi, Msi, Asisten Deputi Data Informasi Iptek, saat membuka seminar Asean Interoperabilitas Data dan Informasi Iptek Menggunakan Perangkat Lunak Open Source di Jakarta, Senin (10/12).
Dengan adanya Open Source, jurnal ilmiah antar perguruan tinggi dan kementerian bisa saling membaca data. Peneliti bidang fisika bisa membaca jurnal ilmiah bidang sosial atau bidang lainnya sehingga wawasannya juga semakin luas.
Saat ini lanjut Agus 18 perguruan tinggi yang tergabung pada Pusat Pengguna OS di antaranya, UI, President University, ITS. Penggunaan OS diharapkan juga semakin banyak masyarakat yang mengkasesnya karena sistemnya yang terbuka.
“Masing-masing instansi kan memiliki potensi data dan informasi sangat besar. Karenanya, perlu suatu sistem sharing melalui interoperabilitas yaitu kemampuan dua atau lebih sistem untuk bertukar data atau informasi yang dapat diperluas hingga lingkup Asean,” paparnya.
Dengan sistem ini, sumberdaya manusia iptek akan dengan mudah memperoleh data dan informasi iptek secara lengkap. Selain itu keunggulan dari OS ini bisa hemat anggaran teknologi informasi hingga 60 persen.
Seminar ini menghadirkan, Prof. Agus Subekti, Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dt. Laksana Tri Handoko, Koordinator Representasi Asean Cost Subcommitte on ICMT, yang juga Kepala Pusat Penelitian Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Zainal A Hasibuan, Wakil Ketua Dewan Informasi dan Komunimaso Nasional, serta Kamthorn Krairaksa, dari Pusat Teknologi Elektronika dan Komputer Nasional Thailand.