Banjir di Jakarta Terus Mengintai selama Kompleksitas Permasalahannya tidak Diatasi

Pemprov DKI Jakarta melakukan pelbagai upaya untuk mengurangi bencana banjir di ibu kota. Namun hingga saat ini belum membuahkan hasil yang optimal. Area titik banjir masih terus bermunculan.

“Permasalahan yang menjadi penyebab banjir di Jakarta sangat kompleks dan itu harus dihadapi Gubernur DKI Jakarta dari waktu ke waktu,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam diskusi Mengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang diadakan Masyarakat Penulis Ilmu dan Teknologi (Mapiptek), Jumat (7/12), di Jakarta.

Menurut Sutopo, pemerintah sendiri sudah melaksanakan empat pilar kebijakan penanganan banjir di DKI Jakarta. Pertama, mencoba menjauhkan banjir dari masyarakat dengan cara membangun tanggul, waduk dan kanal. Langkah kedua, menjauhkan masyarakat dari bencana banjir antara lain dengan relokasi 34 ribu KK dari daerah banjir ke area yang aman.

Selain dua langkah itu, pemerintah juga menerapkan living harmony kepada masyarakat yang tinggal di area rawan banjir yang mengajar masyarakat harus sadar akan bencana banjir yang mengancamnya sehingga mereka bisa melakukan langkah-langkah antisipatif sendiri. Sedang langkah terakhir, kearifan lokal dalam penanganan banjir.

Namun, menurut Idwan Suhardi, Deputi Pendayagunaan Iptek Kementerian Ristek, meski sudah menerapkan empat pilar tersebut, banjir di Jakarta tetap belum bisa dikurangi. Sebab persoalan banjir di Jakarta sangat kompleks. Mulai dari persoalan padatnya penduduk, hingga keberadaan 13 sungai yang hilirnya berada di Jakarta.

“Selama Jakarta masih menjadi epicentrum pembangunan nasional, maka beban Jakarta tidak akan pernah berkurang,” katanya.

Epicentrum yang dimaksud, terpusatnya berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan yang menyebabkan tingginya angka urbanisasi penduduk nasional ke Jakarta.

Karena itu, pengamat lingkungan, Indra, menilai banjir di Jakarta memiliki risiko yang berbeda dengan daerah lain, yang memiliki risiko teknis, sanitasi hingga risiko politis.

“Bisa jadi gubernur diberhentikan jika tak bisa menangani banjir. Inilah yang disebut sebagai banjir berdampak pada risiko politis,” katanya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author