Mobil Listrik Nasional (MOLINA), salah satu program industri strategis nasional membutuhkan “Baterai Lithium” sebagai sumber energi listrik. Karena itu, Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM-Batan) terus melakukan penelitian baterai lithium.
Bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Batan terus berupaya mengembangkan baterai lithium sebagai jantung Molina. Sebelumnya, baterai Lithium harus diimport dari luar negeri. “Sehingga kita harus belajar untuk membuat baterai lithium sendiri. Di kawasan Asia kita bisa leading untuk maju”, Prof.Dr.Evvy Kartini, dalam pembukaan International Conference On Materials Science and Technology 2014 (ICMST 2014) di PUSPITEK, Serpong, (13/10).
ICMST 2014 diselenggarakan bertepatan dengan the International Year of Crystallogrphy (tahun internasional kristalografi) yang mengambil tema “Innovation in Advanced Materials for Better World”. ICMST 2014 merupakan salah satu rangkaian acara International Scientific Week (ISW). Dalam ISW digelar juga International School on Solid State Ionics (International Collaboration on Battery Research) dan 6th AONSA Neutron Scattering School.
Dalam kesempatan tersebut Kepala Batan, Prof. Dr. Djarot Sulistio. W, mengatakan “kita memanfaatkan fasilitas yang kita punya yaitu reaktor yang menghasilkan hamburan neutron. Dengan adanya neutron kita bisa membuat baterai lithium dengan kapasitas besar untuk menghemat energi”. Evvy sebagai Ketua ICMST 2014 menambahkan “Neutron yang dihasilkan dari reaktor reaksi nuklir digunakan untuk aktivasi peneliti di bidang lingkungan, kesehatan dan lain sebagainya”.
Menurut Evvy, baterai mengandung tiga material, yaitu aluminium foil, litium, dan elektrolit. Ketiganya dapat dipenuhi dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) lokal. Contohnya di laut Kalimantan terdapat garam lithium. “Kalau kita bisa mengekspresikan bahan-bahan baku tersebut bersama lithiumnya, Indonesia bisa maju dan membuat baterai sendiri,” ungkapnya.
Karena lithium tidak bisa dilihat dengan mata, neutron satu-satunyanya teknologi yang bisa melihat lithium. Neutron tidak mempunyai muatan dan punya banyak kelebihan daripada X-Ray. “Jadi bicara lithium baterai sama pentingnya dengan bicara nuklir yang menjadi satu kesatuan. Diharapkan besarnya daya lithium sekitar 400 kilo,” tambah Evvy.
Dalam pengembangan teknologi baterai lithium, Batan juga bekerjasama dengan PT. Nipres dan Astra, Nipres. Selama ini mereka masih membeli. “Kita harapkan didalamnya buatan kita sendiri. Sumber Daya Lithium ini masih dalam eksplorasi karena peraturannya yang belum ada,” ujar Evvy.
Menurut Evvy, bangsa yang mempunyai lithium adalah bangsa yang kaya raya, sama halnya mempunyai tambang minyak. “Ditargetkan, 5 tahun lagi kita sudah mempunyai betul-betul pabrik baterai buatan Indonesia,” pungkas Evvy.
Kegiatan ICMST 2014 akan dilanjutkan dengan “International School on Solid State Ionics” atau “Battery School” di Laboratorium Baterai Terpadu PSTBM, BATAN, pada 15-16 Oktober 2014. Acara ini diikuti oleh para ahli dari berbagai negara seperti Australia, Singapura, Jepang, India, Malaysia, Srilangka, Taiwan dan lain-lain. Mereka akan mendiskusikan perkembangan baterai terkini, memberikan lecture tentang baterai dan dilanjutkan dengan eksperimen pembuatan baterai lithium berbentuk pouch, coin, dan silinder. Sumber www.batan.go.id