Jakarta, technology-indonesia.com – Tim Walidata Lamun Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengungkapkan persentase secara umum tutupan lamun di Indonesia adalah 40 persen. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004, padang lamun dengan tutupan 40% berada dalam kondisi “kurang sehat”.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Dirhamsyah mengatakan dari keseluruhan lokasi yang divalidasi, hanya 5% yang kondisinya sehat misalnya di Biak dan Papua. Lokasi lainnya berada pada kondisi kurang sehat atau miskin.
“Bahkan, padang lamun yang berada di kawasan konservasi, misalnya Wakatobi dan Lombok juga kondisinya kurang sehat,” jelas Dirhamsyah saat Penyampaian Status Kondisi Terumbu Karang dan Padang Lamun di Indonesia 2017, di Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Udhi E. Hernawan, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI sekaligus Ketua Tim Walidata Lamun memaparkan satu-satunya tumbuhan berbunga yang secara penuh beradaptasi pada lingkungan laut adalah lamun. Tumbuhan ini tumbuh pada berbagai macam substrat membentuk hamparan luas yang disebut padang lamun. Secara ekologis, keberadaan padang lamun menciptakan ruang bagi banyak organisme untuk berkembang dan berinteraksi, membentuk satu kesatuan ekosistem di laut dangkal.
“Lamun adalah tanaman berbunga yang hidup di perairan laut dangkal. Lamun memiliki akar, batang, daun, dan bunga yang jelas. Berbeda dengan rumput laut yang tidak jelas antara batang, akar, apalagi bunga,” terangnya.
Tim Walidata Lamun melakukan perhitungan dan validasi padang lamun yang tersebar di 423 lokasi di seluruh Indonesia. Luas padang lamun Indonesia berdasarkan verifikasi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) adalah 1.507 km2. Luasan tersebut paling tinggi dari padang lamun negara ASEAN misalnya Filipina 978 km2 dan Thailand 94 km2. Ada 15 jenis lamun ditemukan di Indonesia terdiri dari 2 suku dan 7 marga, dari 69 jenis lamun di dunia.
“Lamun tersebar di pesisir Indonesia yang belum banyak aktivitas manusianya. Karena itu padang lamun banyak ditemukan di wilayah timur Indonesia,” lanjutnya.
Udhi mengungkapkan, pada dasarnya padang lamun memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Ekosistem ini menunjang keberlangsungan sumber daya perikanan di Indonesia. “Biota yang hidup di padang lamun lebih banyak daripada area tanpa lamun. Biota tersebut banyak yang mempunyai nilai ekonomis. Berbagai jenis komoditas perikanan, seperti ikan baronang (samandar), kepiting rajungan, dan kerang-kerangan banyak ditemukan hidup di padang lamun,” ujar Udhi.
Padang lamun juga membantu mengurangi laju perubahan iklim dengan menyerap emisi karbondioksida. Selain itu, padang lamun berfungsi menjaga kualitas air sebab bisa menangkap dan menyetabilkan sedimen, penyerap zat hara berlebih, serta filter bagi bakteri berlebih.
Penurunan kondisi padang lamun di Indonesia umumnya disebabkan tekanan aktivitas manusia. Reklamasi pantai untuk lahan pembangunan pelabuhan, kawasan industri, dan pemukiman berdampak langsung pada hilangnya habitat lamun. Tekanan lingkungan akibat pencemaran (rumah tangga, pertanian, dan limbah industri) dan sedimentasi menurunkan kualitas habitat yang berdampak pada penurunan kondisi padang lamun. Aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan juga dapat merusak padang lamun.
Menurut Udhi, agar padang lamun tetap mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan, upaya konservasi padang lamun harus mampu mencegah terjadinya aktivitas yang mengancam kelestarian lamun tersebut. Selain itu, kegiatan transplantasi lamun dapat dilakukan untuk memulihkan padang lamun yang telah hilang/rusak dan menciptakan areal padang lamun yang baru.
Informasi luasan padang lamun yang dirilis LIPI ini dapat memberikan indikasi kondisi dan potensi lamun secara menyeluruh. Jika terjadi penurunan menunjukkan adanya tekanan atau ancaman pada ekosistem tersebut. “Sebaliknya jika luasannya stabil atau naik, ini menunjukkan peluang padang lamun untuk lestari semakin tinggi,” pungkasnya.
Artikel terkait : LIPI Rilis Data Terbaru Kondisi Terumbu Karang Indonesia