Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kawasan karst telah banyak dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman batu hingga saat ini. Jumlah manusia yang tinggal di kawasan karst pun terus meningkat, khususnya di Pulau Jawa. Kondisi tersebut menyebabkan daya dukung pertanian di kawasan karst tidak lagi mampu menopang kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya.
Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si., menyampaikan hal terkait kawasan karst saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Geomorfologi pada Fakultas Geografi UGM, pada Selasa, (21/6/2022). Dalam pidato pengukuhannya Eko menyampaikan tentang upaya pengelolaan kawasan karst termasuk lewat pendekatan morfo-hirdrologi.
Eko mengungkapkan bahwa di beberapa kecamatan di Gunungkidul memiliki indeks tekanan penduduk pertanian mencapai 3.41. Angka tersebut mengindikasikan bahwa jumlah penduduk yang tinggal dikawasan Gunungkidul mencapai 3.41 kali daya dukung pertanian kawasan itu.
Pertanian dan hutan rakyat di beberapa tempat sudah merambah hampir semua tempat kawasan karst Gunungsewu hingga mencapai puncak-puncak bukit karst.
“Hal ini menyebabkan erosi tanah melampaui kondisi alamiah hingga menyebabkan batu gamping tersingkap. Kondisi inilah yang menyebabkan penambangan gamping marak dibeberapa kawasan karst di Indonesia,” paparnya.
Lebih lanjut Eko menjelaskan ada sejumlah isu strategis terkait pengelolaan kawasan karst. Salah satunya kawasan karst di Indonesia tersebar di berbagai tempat dengan karakteristik dan setting yang beragam.
Misalnya dibeberapa tempat, kawasan karst sudah dihuni dan dieksploitasi, sedangkan ditempat lain masih berupa hutan primer. Di beberapa tempat, kawasan karst mudah dijangkau dengan infrastruktur yang memadahi namun juga banyak kawasan karst yang terisolasi dengan sarana dan prasarana yang minim.
Berikutnya, kawasan karst secara ekologis terkait dengan kawasan lain di sekitarnya. Dengan demikian, pengelolaan kawasan karst juga harus mempertimbangkan keberadaan kawasan di sekitarnya.
“Kawasan karst memiliki daya dukung rendah dan rentan terhadap kerusakan lingkungan,” tambahnya.
Selain itu, ketersediaan data karst masih menjadi persoalan. Data terkait kawasan karst hingga kini masih sangat terbatas.
Menurutnya, morfo-hidrogeologi menjadi pendekatan yang sangat penting dalam pengelolaan karst dari perspektif geo-fisik lingkungan. Hal ini sangat diperlukan dalam zonasi peruntukan kawasan karst sebagai kawasan lindung atau budidaya.
Zonasi secara detail bisa menggunakan pendekatan morfo-hidrogeologi, yaitu menggunakan parameter geomorfologi dan hidrogeologi yang memengaruhi sensitivitas dan kerentanan terhadap air tanah.