JAKARTA – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Dr. Muhammad Syakir mengatakan lahan rawa dapat sebagai lumbung pangan di musim kemarau dan masa depan. Hal tersebut antara lain karena berlimpahnya air, lahan cepat pulih karena cukup air, dan saluran air juga berfungsi sebagai sarana transportasi.
Muhammad Syakir menjelaskan, luas lahan rawa di Indonesia mencapai 34.4 juta hektar yang tersebar di 17. Dari luas tersebut, sekitar 19,99 juta hektar merupakan lahan potensial untuk pertanian baik pada lahan area penggunaan lain (APL) maupun pada kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi konversi (HPK).
Berdasarkan hasil analisis potensi lahan, sekitar 14,99 juta hektar berpotensi untuk tanaman pangan lahan basah/rawa, sekitar 3,17 juta hektar untuk tanaman hortikultura dataran rendah dan atau tanaman tahunan, serta sekitar 1,84 juta hektar berpotensi untuk tanaman tahunan pada lahan gambut.
Selain itu, 90% berada di dataran rendah dan produksi pada September-Desember saat defisit beras, lahan rawa lebih tahan terhadap deraan perubahan iklim, serta hasil bijian dan rimpangnya lebih kaya Se dan Fe yang penting untuk daya tahan tubuh dan reproduksi sel darah merah.
Berdasarkan data yang diperoleh Balitbangtan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Pekanbaru, dan Jambi merupakan kota-kota besar yang tumbuh dan berkembang pada agroekosistem lahan rawa. Ini menunjukkan bahwa lahan rawa telah memberikan sumbangan nyata terhadap pertanian dan perekonomian setempat
Ka Balitbangtan menjelskan, pengembangan lahan rawa ke depan diarahkan pada pertanian terpadu dalam pola kawasan, sistem pertanian berkelanjutan yang dirancang dalam model pengembangan holistik berasas prioritas berdasarkan kondisi dan karakteristik lahan, sumberdaya manusia, infrastruktur, dan teknologi yang tepat.
Menurut Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Dr. Dedi Nursyamsi, telah tersedia inovasi berupa peta arahan pengembangan lahan rawa skala 1:50.000, varietas padi unggul rawa, teknologi pengelolaan air, teknologi pengelolaan lahan dan hara, serta teknologi remediasi dan mikrobiologi.
Varietas padi yang telah dikembangkan untuk lahan rawa dengan potensi hasil lima hingga tujuh ton per hektar antara lain Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, dan Lambur yang toleran masam dan keracunan besi. Selain itu juga varietas Inpara 4 dan Inpara 5 yang toleran rendaman.
Teknologi tata air sistem satu arah untuk efisiensi dan peningkatan kualitas air juga telah lama dikembangkan. Teknologi lainnya yakni sawit-dupa (satu kali tanam dua kali panen untuk meningkatkan indeks pertanaman), penataan lahan sistem surjan, serta pengembangan Kalender Tanam Rawa.
Ke depan, akan ada terobosan dalam pengembangan lahan rawa yang akan terus dilakukan, mengingat tantangan perubahan iklim dan ancaman konversi lahan. Terobosan tersebut antara lain optimalisasi dan pengembangan infrastruktur pendukung seperti jaringan tata air, jalan usaha tani, prasarana produksi pertanian, kemudian audit lahan untuk arahan pengembangan per kabupaten/kecamatan sebagai dasar dalam perencanaan pemanfaatan.
Langkah terobosan lainnya yakni pengembangan kalender tanam lahan rawa, percepatan pengembangan benih padi unggul lahan rawa, serta rekayaa sosial kelembagaan pertanian.