Demo perajin tempe pekan lalu tidak perlu terjadi jika saja beberapa hal berjalan sesuai harapan banyak kalangan. Pemenuhan produksi kedelai serta kemampuan peneliti menciptakan bibit unggul yang diketahui petani bisa menjadi solusinya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya 851.286 ton atau 29 persen dari total kebutuhan sehingga Indonesia harus mengimpor 2.087.986 ton kedelai untuk memenuhi 71 persen kebutuhan kedelai dalam negeri.
Tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton dan 83,7 persen diantaranya untuk memenuhi kebutuhan pangan, termasuk untuk perajin tahu-tempe. Kebutuhan industri kecap, tauco, dan lainnya hanya 14,7 persen dan benih 1,2 persen.
Kebutuhan yang terus meningkat yang tidak diimbangi dengan produksi kedelai nasional itu yang menjadikan ketergantungan bangsa ini terhadap bahan dasar tahu dan tempe ini. Hingga terjadinya kenaikan harga kedelai impor yang menyebabkan para perajin berteriak tak sanggup membelinya lagi dan berdemo menuntut kestabilan harga kedelai di pasaran.
Sementara itu pemulia kedelai dari Batan, Harry Is Mulyani, mengatakan Batan sudah menghasilkan sejumlah varietas kedelai unggul seperti Mitani, Rajabasa dan Mutiara I. Secara teknologi peneliti Batan mampu membuat kedelai dengan teknik iradiasi lebih unggul dari kedelai impor dalam hal rasa dan rendemen.
Rasa kedelai lokal Batan lebih enak daripada kedelai impor karena memiliki kadar lemak dan protein lebih tinggi. Sedangkan dari rendemen, jika satu kilogram kedelai kita bisa menjadi tahu empat kilogram, satu kilogram kedelai impor hanya bisa jadi tahu tiga kilogram.
Produktivitas tanaman kedelai varietas itu juga tinggi yakni rata-rata 2,3 ton per hektare dan bisa sampai empat ton per hektare. Mutiara I yang berumur genjah (umur dari tanam sampai panen) 82 hari itu juga tahan penyakit penggerek pucuk dan karat daun. Biji kedelai varietas Mutiara I berukuran 23 gram per 100 butir, tak kalah dengan yang impor.
Batan baru memperkenalkan Mutiara I pada 2012 dengan menyebarkan 500 kilogram benih ke berbagai daerah seperti Jember, Blitar hingga Tabanan. Mutiara I baru ditanam di luas lahan ratusan hektare dan baru ditanam sebagai benih.
Menurut Harry, masalah pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri lebih terjadi karena pemerintah tidak memberikan perlindungan atau insentif kepada petani kedelai, membuat mereka tidak bisa mendapat keuntungan layak dari menanam kedelai.
“Mengapa tak bisa memenuhi kebutuhan nasional, karena petani kedelai tak dilindungi pemerintah misalnya dengan menetapkan Harga Patokan Pemerintah atau HPP,” kata dia.
Tanpa HPP, kata dia, petani yang sudah berjuang menghasilkan kedelai hanya bisa pasrah menjual hasil pertanian mereka dengan harga yang dipermainkan tengkulak.
Dia mencontohkan, petani kedelai hanya bisa menjual kedelai seharga Rp4.000 per kilogram sementara tengkulak bisa menjual ke pasar dengan harga Rp6.500 per kilogram. “Ini membuat petani makin tak berminat menanam kedelai,” katanya.
Selain itu agar hasil pemuliaan kedelai ini bisa diketahui masyarakat luas maka diperlukan publikasi yang tepat. Untuk itu Kepala Bidang Promosi BATAN Eko Madi Parmanto menyampaikan bahwa Batan mempublikasikan tulisan para penelitinya, salah satunya terkait dengan varietas kedelai lokal yang dihasilkan dengan teknik iradiasi.
Menurut Eko, hasil penelitian ini perlu disebarluaskan karena sangata relevan dengan isu kedelai yang baru-baru ini ramai diperbincangkan.
Dukungan Kemenristek
Sejalan dengan itu, dalam rangkaian peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) tahun 2012, Asdep Kompetensi Kelembagaan merencanakan untuk mempublikasikan kegiatan terkait tematik ketahanan pangan di media online.
Kegiatan tematik ketahanan pangan adalah salah satu bentuk dukungan Kementerian Riset dan Teknologi terkait peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul menuju produktifitas dan kualitas hasil pertanian yang tinggi.
Terkait dengan hal tersebut, maka pada tanggal 27 Juli 2012, Kemenristek mengadakan pertemuan dengan LIPI, BPPT, BATAN, IPB.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bidang Pemetaan Sahat M. Panggabean menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan komitmen Kemenristek dalam memfasilitasi para peneliti serta sebagai bentuk pertanggungjawaban para peneliti terhadap publik.
Rencananya, artikel yang akan ditayangkan melingkupi bidang peternakan, pertanian, biogas, dan pangan dengan kriteria: Pertama, tekait dengan kegiatan tematik pangan yang dikoordinasikan oleh Kemenristek. Kedua, terkait dengan hasil riset yang akan dipamerkan di puncak Hakteknas di Bandung (Ritech Expo 2012). Ketiga, kegiatan riset maupun pengembangan teknologi terkait ketahanan pangan lainnya yang sudah dikerjasamakan dengan swasta.
Beberapa artikel yang ditayangkan antara lain mengenai Teknologi Transfer Embrio oleh Syahruddin Said dari Puslit Bioteknologi LIPI yang secara empirik terbukti mampu membuat seekor sapi betina memberikan lebih dari 25 ekor keturunan setiap tahunnya. Â
Sedangkan peneliti IPB Slamet Budijanto akan mempublikasikan hasil penelitian terkait beras analog yang cukup fenomenal tersebut. Â
Rencananya artikel yang akan ditulis dalam bentuk light, feature dan info popular tersebut akan tayang selama 12 (dua belas) hari mulai 5 hingga 17 Agustus 2012 mendatang. Diharapkan para peneliti lain yang terkait dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mensosialisasikan kegiatan penelitian yang dilakukan maupun yang telah dihasilkan kepada masyarakat luas. (berbagai sumber)