Jakarta, Technology-Indonesia.com – Batik merupakan karya budaya adiluhung bangsa Indonesia yang telah mendunia. UNESCO pada 2 Oktober 2009 menetapkan batik sebagai Warisan Dunia non Bendawi (Masterpieces Of Oral And Intangible Heritage Of Humanity). Selanjutnya tanggal 2 Oktober ditetapkan pemerintah sebagai Hari Batik Nasional.
Sebagai budaya asli Indonesia, ternyata kebutuhan lilin/malam batik untuk proses pembuatan batik sebagian besar masih mengandalkan impor. Hal tersebut mendorong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan produk lilin/malam batik berbasis sawit.
Dari hasil riset yang dilakukan BPPT, lilin/malam dari turunan sawit yang dinamakan Bio-Paraffin Substitute (Bio-Pas) ini mampu menghasilkan warna lebih baik dan tidak terdapat rembesan warna yang masuk (di tapak canting). Hasil pewarnaannya juga lebih tajam dan cerah karena tahan terhadap larutan alkali dan asam akibat zat pewarna sintetis.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan di dalam negeri, industri batik memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Data menunjukkan jumlah industri ini mencapai 47 ribu unit usaha yang tersebar di 101 sentra dan menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang. Sumbangan devisa dari industri ini pada periode januari – juli tahun 2020 mencapai USD 21,54 juta.
“Tantangan industri batik kedepan diantaranya adalah bagaimana produk batik dapat menyesuaikan dengan perubahan tuntutan pasar dan perubahan perubahan yang terjadi di era industri saat ini,” kata Hammam saat membuka Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit pada Kamis (8/4/2021).
Menurut Hammam, sebagai bagian dari industri tekstil dan pakaian, industri batik harus siap dengan masuknya era industri 4.0. Masyarakat industri batik sudah selayaknya memanfaatkan beragam teknologi yang ada untuk menghadapi era baru industri. Baik untuk pembuatan desain, proses produksi maupun pemasaran produknya.
“Kedepan tuntutan terhadap produk-produk yang ramah lingkungan juga akan semakin kuat. Produk dengan bahan-bahan yang berbahan terbarukan menjadi penting untuk dikembangkan. Inovasi Bio-Pas yang berbahan baku produk sawit dapat menjadi pilihan bagi industri batik dalam penyediaan bahan baku malam/lilin batik untuk proses produksinya,” tuturnya.
Industri sawit, lanjutnya, walaupun telah menjadi industri yang kuat namun tetap menghadapi tantangan yang besar. Di pasar internasional berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk komoditas ini menjadi salah satu hambatan yang serius.
“Industri sawit memerlukan dukungan untuk menjaga keseimbangan produksi dan konsumsinya. Peningkatan serapan produk minyak sawit di dalam negeri menjadi penting dalam upaya menjaga kestabilan harga,” katanya.
Hammam berharap inovasi Bio-pas bisa menjadi pendorong dan inspirasi bagi masyarakat khususnya terkait industri batik, untuk terus melakukan inovasi baik dibidang peralatan batik, zat pewarna, penanganan limbah dan lainnya. Dengan Inovasi Bio-Pas untuk menggantikan paraffin yang merupakan produk impor dan berbagai inovasi yang bersumber bahan baku di dalam negeri, maka tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) industri batik juga akan meningkat.
Selain itu, inovasi Bio-Pas dalam industri batik meningkatkan serapan produk minyak sawit. Industri sawit nasional dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalamnya mencapai lebih dari 15 juta orang dapat menjadi pasar bagi produk industri batik nasional. “Semoga hal ini dapat menjadi bagian dari integrasi industri nasional,” tuturnya.
Pada Webinar tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Baparekraf, Sandiaga Ugo mengatakan bahwa Kemenparekraf akan terus mendukung upaya pelestarian batik dan inovasi untuk menggabungkan industri sawit pada warisan budaya kebanggaan Indonesia.
“Batik merupakan refleksi dari keberagaman budaya Indonesia. Ini adalah penggerak dan pemacu roda perekonomian. Batik bisa menjadi lokomotif untuk keluar dari pandemi dan keterpurukan ekonomi,” katanya.
Sandiaga berharap malam batik berbasis sawit ini dapat berkontribusi besar pada produksi batik Indonesia ke depannya.
Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Keuangan, Eddy Abdurrachman mengatakan produk-produk sawit telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Tak hanya minyak goreng, penggunaan sawit dan produk turunanya ada pada sampo, sabun, deterjen, produk kosmetik, personal care, roti, susu formula dan lain-lain.
“Kontribusi sawit dalam mendukung industri kreatif batik melalui produk turunan sawit Bio-Paraffin Substitute (Bio-Pas) pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi para pekebun sawit,” pungkasnya.
Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit ini juga menghadirkan Kepala Badan Standardidasi dan Kebijakan Jasa Industri, Doddy Rahadi; Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Soni Solistia Wirawan; Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia, Komarudin Kudiya; Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, Sahat M. SInaga; Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik, Titik Purwati Widowati; dan Perekayasa Utama BPPT, Indra Budi Susetyo.