TechnologyIndonesia.id – Untuk meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas pemanen kelapa sawit, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Mekatronika Cerdas (PRMC), Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI), bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan perangkat Upper Limb Exoskeleton (ULE).
Peneliti Ahli Madya BRIN, Nugrahaning Sani Dewi mengatakan bahwa pekerjaan memanen kelapa sawit, terutama di perkebunan dengan pohon tinggi (>3 meter), menuntut aktivitas fisik berat dan berulang, seperti mengangkat, menegakkan alat panen (egrek), serta memotong pelepah dan tandan sawit.
“Aktivitas ini berisiko menimbulkan gangguan otot dan tulang atau musculoskeletal disorders,” jelas Haning, dikutip dari laman brin.go.id pada Senin (23/6/2025).
Haning menjelaskan bahwa riset ini didanai sepenuhnya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dengan fokus pada pengembangan rangka luar (eksoskeleton) untuk tubuh bagian atas yang dirancang khusus guna membantu dan meningkatkan keselamatan kerja pemanenan kelapa sawit secara manual.
Menurut peneliti yang akrab disapa Haning ini, teknologi eksoskeleton sebenarnya telah dikembangkan di berbagai negara seperti Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat.
Namun, belum ada yang secara khusus dirancang untuk mendukung aktivitas pemanenan kelapa sawit secara manual. Karena itu, ULE hadir sebagai inovasi pertama yang menyasar kebutuhan industri sawit Indonesia.
“ULE bekerja dengan mendistribusikan gaya dan beban dari tubuh bagian atas ke bagian tubuh lainnya. Struktur rangka luar ini menyatu dengan tubuh pengguna sehingga saat mengangkat alat panen seperti egrek atau dodos, beban tidak hanya ditanggung otot bahu dan lengan, tetapi juga dibantu oleh struktur mekanis ULE. Dengan demikian, tekanan pada otot dapat dikurangi,” terang Haning.
Haning menjelaskan berdasarkan analisis biomekanik dan data Electromyography (EMG), ULE mampu mengurangi aktivitas otot, seperti otot bahu dan otot punggung atas dan bawah. Kondisi ini membuat otot tidak cepat lelah, postur tubuh tetap stabil, dan menurunkan risiko cedera.
“ULE sendiri tidak digerakkan oleh mesin, melainkan mengikuti gerakan tubuh pengguna secara alami (passive exoskeleton). Dengan sistem tersebut memungkinkan pengguna untuk menjangkau pohon tinggi, mengangkat atau menarik alat panen, dan bergerak dengan lebih stabil dan seimbang,” tuturnya.
Pengembangan ULE melibatkan teknologi motion capture system (mocap) untuk merekam gerakan tubuh saat bekerja. Data tersebut dianalisis secara biomekanik guna memetakan tekanan dan beban otot selama aktivitas pemanenan. Hasilnya menjadi dasar penyempurnaan desain ULE agar sesuai dengan kondisi kerja riil di lapangan.
“ULE telah melalui serangkaian uji coba yang mencakup analisis fisiologis dan usability test. Hasilnya menunjukkan respons positif. Para pemanen sawit menilai tingkat kenyamanan dan keamanan alat ini pada kategori ‘dapat diterima’ (acceptable). Persepsi positif ini tentu menjadi faktor penting dalam meningkatkan kesiapan adopsi ULE di lapangan,” ungkap Haning.
Haning berharap agar inovasi karya anak bangsa ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja perkebunan sawit, tetapi juga menjadi bagian dari revolusi alat bantu kerja berbasis biomekatronika di sektor agrikultur nasional. Ia optimistis ULE dapat segera dikomersialisasikan dan diadopsi secara luas di industri sawit Indonesia. (Sumber: brin.go.id)
BRIN Kembangkan Perangkat Upper Limb Exoskeleton untuk Keselamatan Kerja Pemanen Kelapa Sawit
