Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pemberian pakan bernutrisi tinggi seperti lamtoro bisa meningkatkan kualitas daging sapi lokal menjadi lebih gurih, empuk, dan lembut. Penasaran ingin mencicipi rasa dagingnya? Datang saja ke Café Meathyme di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menyajikan pasta dan steak dari daging lokal berkualitas premium.
Kualitas daging sapi lokal yang meningkat setelah pemberian pakan lamtoro (Leucaena leucocephala) telah diuji dan diteliti oleh peneliti dari Universitas Mataram (Unram) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB. Namun, produknya belum banyak beredar di pasaran.
Hal itu mendorong Naufal Armanditiya mendirikan Meathyme yang menyajikan masakan pasta dan steak autentik dari daging sapi lokal yang diberi pakan lamtoro. Rasa steak dari daging sapi lokal di café ini tak kalah dengan kualitas daging sapi impor.
Naufal mengungkapkan, ide awal pendirian café ini dari orang tuanya, seorang dosen di Unram yang meneliti daging sapi yang diberi pakan lamtoro. Saat itu, ia baru selesai kuliah S1 di President University, Cikarang. Dari sisi bisnis ia melihat peluang ekonomi dan nilai lebih dari daging sapi yang diberi pakan lamtoro.
“Saya berpikir daging ini sudah lama diteliti, namun produknya belum ada di pasaran. Dari permasalahan itu muncul ide untuk memasarkan di Nusa Tenggara Barat,” tutur Naufal di Meathyme Jl. Gajah Mada No. 30, Pangesangan, Kota Mataram, NTB pada Rabu, 27 April 2022.
Untuk menjaga kualitas rasa, Naufal tidak sembarangan memilih daging sapi lokal. Mayoritas sapi lokal diberi pakan rumput yang memiliki kandungan air sangat tinggi sehingga rasa dagingnya menjadi tawar.
Agar bisa menghasilkan daging berkualitas tinggi, sapi harus diberi pakan berkualitas dan memiliki protein tinggi sehingga penambahan berat badan sapi perhari bisa ditingkatkan. Jika diberi paka rumput, penambahan berat badan sapi 100 gram perhari.
Sementara dengan pakan berkualitas seperti lamtoro atau turi, kenaikan berat badan sapi bisa 300 gram sehari. Umur potong bisa lebih singkat, sapinya siap potong sebelum umurnya lebih tua sehingga dagingnya lebih empuk. Rasa dagingnya juga lebih gurih dan manis.
Selain itu, sebelum disajikan daging harus mengalami proses pelayuan atau aging selama 14-21 hari yang biasanya mengakibatkan penyusutan berat daging. Daging sapi biasa dengan pakan rumput karena kadar airnya tinggi maka penyusutannya lebih besar. Sementara sapi dengan pakan lamtoro penyusutan dagingnya lebih sedikit.
Naufal Armanditiya saat menyiapkan steak di dapur Meathyme
“Kita mengambil sapi dengan pakan khusus seperti lamtoro atau turi yang mengandung protein tinggi sekitar 20% ke atas. Dagingnya bisa rasa lebih gurih, penyusutan daging lebih sedikit. Jika dibandingkan daging yang diberi pakan protein tinggi dengan pakan biasa, penyusutannya 1 banding 3. Dari sisi cost tentu lebih menguntungkan,” terangnya.
Bagian-bagian daging sapi untuk steak di Meathyme tidak sembarangan, Naufal mengambil bagian prime cut seperti tenderloin (has dalam) dan sirloin (has luas). Selebihnya ram di bagian belakang dan pinggul untuk menu seperti rice bowl dan lain-lain.
Untuk mengenalkan steak daging sapi lokal, Naufal memulai promosi di media sosial dan mengundang beberapa influencer untuk testimoni. Akhirnya ada beberapa orang yang penasaran ingin mencoba. “Awalnya penasaran lama-lama ketagihan dan balik lagi ke sini. Akhirnya terbentuklah pasar yang memang membutuhkan daging berkualitas,” lanjutnya.
Untuk memenuhi kebutuhan daging berkualitas, awalnya Naufal memilih sendiri sapi yang pakannya lamtoro dan turi. Sapi tersebut dipotong di RPH modern di Bima, NTB. Setelah dua kali potong, Naufal menilai cost transportasi lumayan tinggi. Selain itu, Naufal mengambil semua bagian daging, padahal hanya sebagian yang dibutuhkan.
“Akhirnya kita pilih dari daging di sekitar sini saja melalui kerjasama dengan RPH lokal di Lombok Tengah. Jagal-jagal di RPH tersebut kita edukasi untuk memilih sapi dengan pakan bagus. Kebetulan ada kelompok-kelompok ternak binaan Unram yang mengadopsi pakan-pakan tinggi protein,” tuturnya.
Jagal-jagal tersebut diberi edukasi cara memotong sapi, perlakuan daging, dan apa yang harus dihindari. Misalnya, daging yang dipotong tidak boleh menyentuh tanah atau terkena kontaminasi lain.
“Cara potongnya kita ajarkan karena bagian daging tidak sama. Dalam satu sapi ada beberapa potongan daging yang harga dan kualitasnya berbeda-beda. Awalnya mereka anggap daging itu sama semua sekarang dipilah-dipilah,” terang Naufal yang menyukai steak sejak kecil.
Meathyme yang berdiri sejak 2021 merupakan kombinasi kata meat (daging) dan thyme (daun thyme). Sebagai produk baru, pada awalnya Naufal mengenalkan steak dengan porsin 100 gram. Untuk orang yang penasaran bisa mencoba porsi 100 gram dulu. Kalau sudah suka bisa pesan porsi 200 gram. Bahkan ada pelanggan setia yang memesan 300 gram.
Saat ini, Meathyme memiliki 7 karyawan. Dalam sebulan satu bulan, Meathyme bisa menjual 100 porsi ke atas di hari biasa. Di hari libur, pernah menghabiskan 20 kilo daging dalam satu hari.
“Dalam sebulan kita membutuhkan kira-kira 8-10 ekor sapi. Omzet perbulan kisaran Rp 100 juta per bulan saat peak season, kalau sepi sekitar Rp 50-70 juta,” pungkas Naufal yang meyakini bisnisnya akan terus berkembang.