Mimpi dan Harapan Rieke Diah Pitaloka Sebagai Duta Informasi Ilmiah LIPI

alt

Rieke Diah Pitaloka didampingi Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI mengunjungi stand pameran Indonesia Science Expo, di di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (24/10/2017)
 
Jakarta, Technology-Indonesia.com – Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR RI terpilih menjadi Duta Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebagai Duta LIPI, Rieke memimpikan bagaimana ilmu pengetahuan dan riset menjadi pengarusutamaan dalam kehidupan indonesia.
 
“Terima kasih atas penghargaan luar biasa yang telah memutuskan saya menjadi Duta LIPI untuk bisa memberikan informasi terhadap khalayak mengenai pentingnya ilmu pengetahuan,” kata Rieke seusai menerima penghargaan dalam Diskusi Memory of The World (MOW) di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (24/10/2017). Diskusi ini merupakan bagian dari ajang Indonesia Science Expo (ISE) 2017 yang diinisiasi oleh LIPI.
 
Rieke berseloroh keputusan LIPI menjadikannya sebagai Duta LIPI tergolong nekat. Sebab hingga saat ini, orang lebih mengenalnya sebagai Oneng, tokoh “oon” di sebuah sinetron. Tapi bajaj sudah berlalu, candanya.
 
Peneliti, aktivitas sosial sekaligus penulis ini memiliki beragam prestasi antara lain salah satu dari 100 Wanita Paling Berpengaruh versi majalah berita lokal Indoline pada 2011 dan 2012. Prestasi lainnya, Rieke pernah meraih penghargaan sebagai Pemimpin Muda Internasional Global 2011 dari Forum  Ekonomi Dunia. Pada, 2016, Rieke dinobatkan sebagai Duta  “Lingkungan Berperspektif Kemanusiaan” dari Kementerian Lingkungan Hidup. 
 
Dalam kesempatan tersebut, Rieke menyampaikan mimpi lahirnya science base policy, kebijakan yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan riset.
 
“Kita semua tahu tidak ada satupun negara bisa maju kalau tidak berorientasi pada riset dan ilmu pengetahuan. Riset dan Ilmu pengetahuan adalah jalan keluar bagi bangsa ini dari keterbelakangan,” ungkapnya.
 
Rieke menegaskan, Indonesia harus menjadi negara industri. Untuk itu,  pengembangan riset dan ilmu pengetahuan sangat diperlukan. Tapi hal utama, lanjutnya, bagaimana ilmu pengetahuan dan riset menjadi landasan berpijak bagi kebijakan pembangunan. 
 
Ia mengharapkan dukungan para penelit LIPI agar riset dan ilmu pengetahuan tidak sekedar dimaknai sebagai seminar ilmiah, pameran ilmiah, maupun lomba karya ilmiah. LIPI harus bekerjasama dengan swasta untuk menumbuhkan kesadaran ilmiah di tengah masyarakat. Yang terpenting, negara harus hadir dalam ilmu pengetahuan dan riset untuk kebijakan-kebijakannya.
 
“Kita sedang berjuang agar Indonesia kembali menempatkan riset sebagai hulu sebagai kebijakan politik pembangunan. Sehingga politik legislasi bagaimana lahirnya kembali lembaga riset nasional yang membuat keputusan politik bisa betul-betul dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akurat,” ungkapnya.
 
Mengenai minimnya anggaran riset yang hanya 0.25% dari APBN 2017, Rieke berharap melalui revisi Undang-Undang Sinas Iptek yang sedang bejalan, anggaran riset menjadi 5% dari APBN. Minimal, 2,5 % dari APBN. 
 
Rieke berkisah, pada zaman Bung Karno dalam Pembangunan Semesta Berencana, anggaran riset politik anggarannya sudah ditetapkan 1,1%. Padahal saat itu Indonesia belum lama merdeka.
 
“Ke depan semoga kemajuan indonesia akan terus kita perjuangkan secara bertahap dan berencana, bagaimana setiap sisi kehidupan dan kebijakan tidak lepas dari hasil penelitian dan riset di Indonesia,” pungkasnya.
 
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author