Jakarta, Technology-Indonesia.com – Metoda penanaman bawang merah melalui benih secara pindah tanam (transplanting) memberikan produktivitas tinggi. Namun metoda ini membutuhkan tenaga kerja cukup banyak. Masalah ini dapat diatasi dengan teknologi alsintan perbenihan otomatis sistem “Pneumekatronik” hasil rancang bangun Badan Litbang Pertanian melalui BBP Mektan, Serpong.
Penanaman cabai dapat dilakukan melalui dua cara yaitu tanam biji langsung (direct seedling) atau semai dan pindah tanam (transplanting). Sedangkan untuk penanaman bawang merah dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu tanam umbi, tanam biji (true shallot seed/ TSS) langsung, dan transplanting.
Metoda penanaman bawang merah melalui benih secara pindah tanam (transplanting) akan memberikan produktivitas lebih tinggi, volume benih lebih kecil dan tanaman lebih sehat dibanding cara tanam dengan umbi. Dosis penggunanan benih TSS sangat kecil dibanding umbi yaitu sekitar 3 – 6 kg/ha sedangkan dengan umbi memerlukan 1 – 1,5 ton/ha.
Namun demikian, penggunaan TSS memerlukan tambahan tenaga kerja yang cukup banyak terutama untuk persemaian sehingga menyebabkan tingginya biaya produksi. Penyiapan persemaian bawang merah dari TSS diperlukan tenaga kerja lebih dari 30 hari orang kerja (HOK) per hektar.
Karena itu, diperlukan sistem penyiapan persemaian benih dari TSS secara cepat, murah dan dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan serta siap pada waktu yang dibutuhkan.
Andi Nur Alam Syah, Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) mengungkapkan bahwa satu solusi untuk menyiapkan persemaian benih cabai dan bawang merah secara cepat dengan tenaga kerja minimum, dapat menggunakan teknologi alsintan perbenihan otomatis sistem ‘Pneumekatronik” yang telah dirancang dan dihasilkan Badan Litbang Pertanian melalui BBP Mektan, Serpong. Teknologi ini juga telah diluncurkan oleh Menteri Pertanian di BBP Mektan Serpong, Kamis (24/08/2017).
Astu Unadi, Perekayasa Senior dan Penemu teknologi ini menambahkan mesin ini dapat digunakan untuk persemaian berbagai macam benih hortikultura yang berasal dari biji berukuran kecil seperti tomat, cabai, maupun bawang merah. “Benih ini harus disemaikan karena tidak bagus kalau ditanam secara langsung,” lanjutnya.
Prinsip kerjanya, terang Astu, benih yang akan disemai dimasukkan ke dalam wadah berbentuk corong. Benih akan disedot dengan alat penyedot kemudian ditiup hingga jatuh ke corong penjatuhan benih.
Dari corong ini, benih akan jatuh ke tray atau baki berukuran 30 x 60 cm berisi pot-pot kecil yang sudah diisi tanah. Benih-benih ini akan tumbuh dalam tray semai tersebut, kemudian siap untuk ditanam di lahan.
Menurut Astu, mesin persemaian TSS mampu menyiapkan benih dalam tray secara otomatis sebanyak 720 tray per jam, atau 75.600 benih per jam. Setara dengan penyiapan 604.800 benih umbi mini per hari bila bekerja selama 8 jam per hari.
Unit alsintan untuk prosessing TSS tersebut mampu menyiapkan benih mini sekitar 5 – 6 ha per hari, dengan jumlah operator 1-3 orang per mesin.
Ke depan teknologi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan dalam penyediaan benih cabai dan bawang merah yang selama ini masih mengalami kendala.
“Teknologi ini saat ini dalam proses pendaftaran paten, yang selanjutnya akan membuka peluang bagi pihak ketiga untuk bekerjasama untuk mengembangkan dan memasarkan teknologi tersebut kepada masyarakat umum,” pungkasnya.