Indonesia Perlu Segera Terapkan Ekonomi Berbasis Inovasi

Jakarta –  Indonesia memiliki peluang sebagai negara maju, jika terapkan kebijakan ekonomi berbasis inovasi (innovation- driven economy). Program reverse engineering diantaranya mampu mempercepat target kebijakan tersebut.

Hal itu diungkapkan Unggul Priyanto, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam ‘Media Briefing’ di Jakarta, Rabu (12/09/2018).

Unggul mencontohkan  keberhasilan Korea Selatan dan Tiongkok sehingga Produk Domestik Bruto (GDP) per capita nya mampu melesat melalui pembangunan kemampuan industri manufaktur lewat technological learning (belajar dari pihak luar) dan technological development (mengembangkan indigenous technology). “Sebenarnya Indonesia juga melakukan pendekatan yang sama dengan Korsel dan Tiongkok namun terhenti sejak program-program industri strategis dihentikan oleh IMF mulai 1998,” ungkapnya.

Global Competitivenss Index 2017-2018 (World Economic Forum) menyebutkan GDP per capita Indonesia tercatat US$ 3.604, dan  masuk dalam kategori tingkat efficiency-driven economy, yang masih mengandalkan kekayaan sumber daya alam, tenaga kerja murah, dan pasar domestik yang besar.  “Bila tren ini terus berlangsung maka Indonesia tidak akan pernah dapat menembus GDP per capita US$12.000 untuk menjadi negara maju, dan terjebak hanya menjadi negara dengan berpenghasilan menengah atau middle income trap,” ujar Unggul.

Sebelumnya Korea Selatan dan Tiongkok pada awal 1960-an posisinya sejajar dengan Indonesia.  GDP perkapita Korsel sejak  1973 mulai meninggalkan GDP per kapita Indonesia dan Tiongkok, menembus US$12.000 pada 1995. Sedangkan, GDP perkapita Tiongkok sudah mencapai lebih dari US$8.000 menuju negara maju. “Sementara Indonesia masih stagnan di level US$3.000-an sejak  2010,” ungkap Unggul.

Menurut Unggul, untuk menjadikan Indonesia dalam tingkatan innovation-driven economy diperlukan inovasi-inovasi karya anak bangsa.  Namun,  lanjut dia, inovasi (produk baru) yang berasal dari invensi (penemuan baru) riset dasar memerlukan waktu lama.

Unggul menilai  reverse engineering atau design engineering serta alih teknologi akan jauh lebih tepat diterapkan saat ini. Reverse engineering yaitu  mengadopsi teknologi yang sudah proven di-kloning atau disusun menjadi produk yang dapat dipasarkan sehingga menghasilkan inovasi.

Saat ini, Indonesia masih mengalami bonus demografi, yaitu kondisi jumlah penduduk usia produktif melebihi jumlah penduduk tidak produktif hingga 2030, “Masa bonus demografi Indonesia kira-kira tinggal 10 tahunan lagi. Jadi reverse enginering akan lebih tepat diterapkan ketimbang melakukan penelitian baru,” ujarnya.

Foto : Kupang Antaranews

You May Also Like

More From Author