
Produk Implan tulang hasil inovasi anak bangsa (foto www.bppt.go.id)
Pemenuhan kebutuhan nasional akan bahan baku biomaterial untuk produksi alat kesehatan (alkes) implan mengalami peningkatan seiring kenaikan angka kecelakaan lalu lintas. Saat ini, hampir 94 persen produk alkes di Indonesia masih impor, sisanya dipenuhi produk dalam negeri berskala sederhana.
Saat ini kebutuhan implan tulang di dalam negeri sekitar 80.000-100.000 keping per tahun. Industri implan nasional sudah dimulai menggunakan metode produksi permesinan. Namun, ketergantungan bahan baku impor mengakibatkan metode ini tidak efisien karena prosesnya lama dan banyaknya limbah.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui pendanaan insentif inovasi industri telah mendanai proses trial production teknologi pembuatan medical grade stainless steel 316L pada 2015 untuk 3 jenis implan tulang yang menghasilkan 500 keping prototipe implan.
Produk ini dikembangkan oleh Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan PT. Zenith Allmart Precisindo dan RSU Dr. Soetomo dengan pemaduan dan pemurnian bahan baku lokal feronikel Pomalaa hasil industri smelter dalam negeri PT. Aneka Tambang.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam kunjungan kerja ke PT. Zenith Allmart Precisindo mengapresiasi inovasi implan tulang yang telah mendorong kemandirian alat-alat kesehatan.
“Kolaborasi antara peneliti dengan industri sangat baik untuk dilakukan. Kalau sudah dapat izin produksi mohon dimasukkan di e-catalog supaya produk ini dapat dimanfaafkan,”ujarnya di PT. Zenith Allmart Precisindo, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (20/2/2017).
Pada 2017, Kemenristekdikti akan melanjutkan dana pendampingan pada industri untuk proses pengurusan sertifikasi produksi dan ijin edar sesuai standar kesehatan.
CEO PT. Zenith Allmart Precisindo, Allan Chandrawinata menyatakan pengembangan prototipe implan tulang tersebut dapat terwujud berkat dukungan riset melalui program pendanaan dari Kemenristekdikti. Sebagai wujud komitmen untuk menghapus ketergantungan impor, pihaknya akan membangun fasilitas produksi implan setelah izin produksi dan izin edar telah didaftarkan.
Stainless steel 316L yang dihasilkan telah memenuhi komposisi kimia bahan sesuai ASTM F138 (316L Implant Quality) dan kekuatan mekanis ASTM F138 (316L Implant Quality). Hasil uji medis tidak berbeda dengan Implan import- Synthes ex. Swisszerland.
Pengembangan teknologi produksi prototipe implant tulang stainless steel 316L (SS316L) menggunakan teknologi investment casting. Teknologi ini mampu menghasilkan jumlah implan tulang yang banyak dalam waktu lebih cepat, karena satu tangkai bisa memproduksi lebih dari 30 keping implan. Teknologi ini juga menghasilkan produk near shape finish karena cetakan telah sesuai produk akhir.
Teknologi produksi massal seperti ini menurut perhitungan awal mampu menekan harga produk menjadi lebih rendah hingga 70% dari produk impor. Estimasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) prototype implan ini sekitar 70-80% sehingga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor.
Dalam tiap keping implan juga terdapat kode identifikasi yang mampu ditelusuri tanggal dan proses produksinya. Keunggulan lainnya, terdapat sistem informasi cloud untuk keperluan analisis guna mengetahui jumlah disitribusi dan berapa yang sudah terpasang di tubuh manusia.
“Setelah penyediaan fasilitas dan pengurusan perizinan selesai, proses pembuatan implan yang lebih kompleks seperti untuk kasus fraktur atau patah tulang akan kami coba kembangkan seperti untuk replacement tulang panggul dan lain-lain,” pungkas Allan.