JAKARTA – Kebakaran yang terus melanda dan mengancam kawasan gambut Indonesia memerlukan berbagai upaya pengendalian. Salah satunya dengan memperkuat penguasaan teknologi sistem monitoring real time dinamika air di lahan gambut.
Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Bambang Setiadi mengatakan monitoring real time gerakan atau dinamika permukaan air di lahan gambut penting karena berbanding lurus dengan jumlah titik api di lahan gambut.
“Data pengukuran real time memberikan gambaran pada kedalaman permukaan air gambut 25–50 cm maka jumlah titik api berkisar antara 100.000 -150.000. Dengan demikian, ketentuan pemerintah mempertahankan permukaan air di lahan gambut 0,4 meter adalah target penting pengelolaan lahan gambut,” terang Bambang di Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Melalui kajian hampir 15 tahun, kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Hokkaido, dan Midori Engineering didukung JICA telah mengembangkan teknologi SESAME-BPPT. Tim pelaksana riset SESAME-BPPT terdiri dari DR. Hidenori Takahashi (University of Hokkaido), DR.Bambang Setiadi (BPPT) dan Yukihisha Shigenaga (Midori Eng.). Dalam penerapannya, BPPT bekerjasama dengan Universitas Palangkaraya, Universitas Jambi, Universitas Gadjah Mada, Universitas Tanjungpura dan Universitas Riau.
Teknologi SESAME atau Sensory Data Transmission Service Assisted by Midori Engineering ini merupakan sistem telemetri dengan beberapa sensor untuk penentuan muka air, curah hujan, kualitas air, kelembaban tanah, maupun cuaca. Data dikirimkan secara real time setiap 10 menit ke server Geostech Laboratory-BPPT. “Data lapangan dapat dimonitor di manapun,” jelas Bambang.
Informasi real time muka air gambut ini dapat dimanfaatkan bukan hanya mengendalikan informasi tingkat kebasahan lahan gambut, namun dapat menjaga total emisi karbon tetap rendah. Tingkat kebasahan gambut akan mengakibatkan berkurangnya kebakaran dan emisi karbon melalui proses respirasi tanaman net emission production (NEP).
Di dalam ekosistem gambut, ada tiga komponen penting yaitu air, karbon (gambut) dan tanaman. Kandungan air di gambut merupakan komponen penting dari ekosistem gambut, karena lebih 90% gambut terdiri dari air. “Lepas” nya kandungan air di gambut akan menyebabkan muka air tanah gambut mengalami penurunan.
Pemerintah mengeluarkan PP No 57/2016 mengenai pentingnya menjaga kedalaman air tanah gambut yang dibatasi hingga 0,4 m. Peraturan ini ditujukan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan menahan laju penurunan permukaan lahan gambut (subsiden).
“Semakin dalam air tanah gambut turun, maka laju subsiden juga meningkat. Nilai subsiden rata-rata adalah 5,2 cm per tahun, jika muka air tanah gambut turun hingga 70 cm,” terangnya.
Menurut Bambang, teknologi SESAME-BPPT merupakan sistem yang baik karena memenuhi berbagai kriteria sepertt sederhana, nyaris tepat real time, sistem yang berkelanjutan yang terdiri dari berbagai sensor dan mudah dioperasikan.
Saat ini telah dipasang 30 unit SESAME-BPPT di berbagai wilayah di Indonesia yaitu Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan di Geostech BPP Teknologi sebagai tempat pemasangan server dan pusat pengolahan data.
Restorasi Lahan Gambut
Pada tahun 2015, sekitar 875.000 hektar hutan dan lahan gambut di tujuh provinsi di Indonesia, mengalami kebakaran. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kerugian akibat kebakaran tersebut mencapai lebih Rp. 210 Triliun.
Untuk itu, Badan Restorasi Gambut (BRG) mulai 2017 akan mengkoordinasikan dan melaksanakan restorasi ekosistem gambut. BRG telah menetapkan tiga kegiatan utama restorasi lahan gambut yaitu pembasahan, penghijauan, dan revitalisasi.
“Dengan perkembangan teknologi informasi, model pengendalian melalui pemadaman setelah kebakaran terjadi menjadi terasa kuno. Sebab, dengan melakukan kombinasi berbagai perangkat teknologi informasi saat ini, maka tinggi permukaan air lahan gambut dapat dimonitor secara real time,” kata Bambang.
Sistem monitoring real time ini akan berperan penting dalam program pertama restorasi gambut yaitu pembasahan gambut. Selain itu, Sistem ini akan membantu pemerintah dalam melakukan monitoring emisi karbon di lahan gambut.
“Emisi CO2 bertambah besar dengan semakin dalamnya permukaan air lahan gambut. Pengukuran para ahli selama ini menunjukan pada air tanah gambut dengan kedalaman 75 cm, nilai emisi karbon berkisar antara 60 – 100 ton CO2/Ha/tahun,” papar Bambang.
Sistem SESAME-BPPT dapat membantu pemerintah dalam memprediksi kemungkinan kebakaran berbasis data tinggi permukaan air gambut. Sistem ini juga membantu pemerintah dan perusahaan untuk mengikuti aturan pemerintah dalam mempertahankan muka air di atas 0.4 m sekaligus melakukan persiapan tindakan pencegahan kebakaran.
Menurut Bambang, dengan penerapan sistem monitoring SESAME-BPPT, maka Indonesia pertama kali memasuki era monitoring real time permukaan lahan gambut. Era sistem tersebut adalah sistem monitoring data lapangan menggunakan tenaga solar, mendekati waktu nyata, tahan lama, berbasis ilmu pengetahuan, serta disajikan melalui sistem Web yang aman dan dapat dimonitor setiap saat.
“Sistem monitoring SESAME-BPPT dapat membantu pemerintah dalam mengambil keputusan cepat, ilmiah dan transparan,” pungkasnya.