Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih harus mendapatkan perhatian serius oleh seluruh masyarakat dunia. Sejak kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan cepat merespon dengan menggandeng seluruh komponen masyarakat untuk bersatu bersama-sama berkarya untuk mengatasi Covid-19.
Task Force Riset dan Inovasi Teknologi Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) menjadi media dan sarana menggali ide, merumuskan program dan mewujudkan produk-produk inovasi teknologi untuk penanganan Covid-19 dengan cepat, dengan semangat kebersamaan dan gotong royong yang ikhlas dan kuat.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan salah satu simpul terpenting untuk mengurai kompleksitas permasalahan terkait pandemi yang dihadapi adalah dengan mengedepankan solusi berbasis inovasi dan teknologi.
“Kita ingin menghadirkan solusi berbasis kemampuan inovasi dan teknologi. Inovasi yang menjadi demand driven dari kebutuhan-kebutuhan terhadap alat kesehatan secara nasional. BPPT terus mengupayakan merespon terhadap demand driven solusi alat kesehatan ini,” kata Hammam saat saat membuka Webinar ‘Kemandirian Alat Kesehatan Direct Digital Radiography’ pada Kamis (29/7/2021).
Hammam mengatakan TFRIC-19 hadir dengan mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi pandemi dengan mengedepankan konsep ekosistem inovasi yang selain dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan pandemi, juga sekaligus menganalisis berbagai potensi para peneliti dan perekayasa Indonesia dalam satu platform bersama.
Produk TFRIC-19 yang sudah diproduksi massal pada 2020 oleh industri antara lain Rapid Diagnostic Test RI-GHA, PCR Test Kit BioCOV-19, dan Ventilator BPPT3SLEN. Pada 2021 TFRIC-19 Next Generation mencoba menghasilkan beberapa produk lainnya seperti Antibodi Kuantitatif, RDT Antigen Capture, Ventilator ICU dan Direct Digital Radiography (DDR).
Hammam mengatakan model solusi dengan pendekatan ekosistem inovasi dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang dikembangkan melalui TFRIC-19, secara holistik dan paralel telah menginisiasi proses hilirisasi inovasi di berbagai bidang sekaligus. Sebagai contoh upaya hilirisasi produk inovasi adalah produk Direct Digital Radiography (DDR) yang dikembangkan berbasis AI (Artificial Intelligence).
DDR dirancang dengan fitur pengambilan mode thorax untuk diagnosis pasien Covid-19 melalui citra medis CT-Scan dan X-ray. “Ini merupakan salah satu terobosan yang saya pikir BPPT harus ikut di dalam upaya mendukung implementasi dari Digital Imaging Communication Medicine (DICOM) untuk mendukung implementasi Kesehatan 4.0,” lanjut Hammam.
Dalam proses hilirisasi produk inovasi DDR, sejak tahapan paten oleh Universitas Gajah Mada (UGM), Program Pengembangan Riset Industri dari Kementerian Riset dan Teknologi serta kolaborasi di dalam TFRIC-19, dilakukan beberapa uji sesuai dengan kaidah standar internasional oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) dan Kementerian Kesehatan.
BPPT terus mendorong serta mengawal inovasi teknologi yang dikerjakan oleh super team yang terdiri dari berbagai stakeholder ABCGM (academician, business, community, government, dan media), atau disebut penta helix, dari hulu hingga ke hilir, mulai dari uji kinerja sampai mendapatkan izin edar yang hingga saat ini masih berproses. Termasuk berkoordinasi dengan RSUD dr. Sardjito Yogyakarta terkait perolehan data pasien melalui AI sehingga citra X-ray dan CT-Scan dapat diunggah secara mudah.
Dalam hilirisasi produk inovasi DDR ini peran dari UGM sangat penting sebagai pemegang paten sekaligus inovator, PT.Madeena sebagai mitra industri dan Pusat Teknologi Elektronika – Kedeputian TIEM sebagai pendamping prototype serta perolehan Izin Edar.
Sementara, Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi – BPPT ikut berperan aktif dalam pendampingan produk DDR melalui Kajian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), e-katalog inovasi, Klaster industri dan rantai pasok; Kajian kesiapan, kemampuan dan strategi pengembangan industri; serta kajian kelayakan bisnis dan kesiapan komersialisasi produk DDR.
Produk inovasi DDR yang telah dihasilkan bukanlah akhir dari kegiatan TFRIC-19. Hammam menilai ini merupakan sebuah awal dari proses berkelanjutan yang harus terus dikawal untuk membangun kepercayaan dan kebanggaan terhadap inovasi dan produk-produk dalam negeri karya anak bangsa.
Dirinya menyadari masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan produk inovasi dalam negeri, khususnya sektor kesehatan. Upaya mengantarkan produk teknologi DDR ke pasar bukanlah tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama dalam sebuah proses inovasi adalah pada tahapan difusi dan komersialisasi.
Hammam berharap produk ini dapat menjadi awal dari proses pembangunan kemandirian produk inovasi karya anak bangsa untuk penanganan Covid-19. Produk inovasi DDR juga diharapkan dapat menjadi salah satu keberhasilan ekosistem inovasi membangun kemandirian dalam pemenuhan produk kesehatan nasional, melalui optimalisasi TKDN dan klaster industri bidang kesehatan.