Operasi Penanggulangan Kekeringan Menunggu Kesiapan Pesawat

Jakarta – Operasi penanggulangan kekeringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tinggal menunggu kesiapan pesawat dari TNI –AU. Sementara, peralatan dan kebutuhan logistik telah tiba di Halim Perdanakusuma.  

“ BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana-red) masih berkoordinasi dengan pihak TNI-AU. Sementara tim BBTMC  sudah siapkan peralatan sejak 27 Juli di Bandara Halim Perdana Kusumah,” ujar Tri Handoko Seto, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT)  di Jakarta, kemarin (31/7/2019). Semula operasi penanggulangan kekeringan dijadwalkan pada 2 Agustus, namun masih menunggu kesiapan pesawat .  

Posko  Halim Perdanakusuma rencananya akan menyiagakan pesawat CN 295. Sedangkan posko di Kupang NTT untuk wilayah Timurdiperkuat pesawat CASA 212-200. 

Menurut Tri Handoko Seto, operasi penanggulangan kekeringan direncanakan selama dua bulan (Agustus-September). BBTMC-BPPT sudah memasok di Halim Perdanakusuma  sekitar 20 ton bahan semai, yaitu berupa garam higroskopik serta peralatan penyemaian.

Target awal operasi, kata Seto, menjangkau Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat.  Sedangkan wilayah Timur, akan dikendalikan posko di Kupang NTT.

Dalam laporan BNPB, dampak kekeringan mencakup 7 provinsi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara meliputi 55 Kabupaten dan Kota.

Jon Arifian, Peneliti Madya BBTMC-BPPT

Jon Arifian, peneliti madya BBTMC-BPPT menjelaskan, peluang terjadinya hujan di musim kemarau memang agak sulit. “Peluang hujan dalam musim kemarau ini cukup kecil, karena minimnya pertumbuhan awan. Namun, masih ada peluang pertumbuhan awan wilayah-wilayah perbukitan,” ujarnya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan musim kemarau berlangsung hingga September. “TMC untuk optimalkan peluang hujan di masing-masing daerah dengan memantau pertumbuhan awan,” ujarnya.

Menurut Jon Arifian, awan yang dijadikan obyek penyemaian adalah jenis awan cumulus (cu) yang banyak mengandung uap air dan berpotensi menjadi hujan. Namun, juga ditemui  awan-awan orografik yang terbentuk di wilayah-wilayah perbukitan. ”Ada suplai air sedikit terjebak dalam bukit akan dipaksa naik, sehingga terbentuk awan tersebut,” ujarnya.

Siklus keberadaan awan, lanjut Jon, sangat singkat hanya sekitar tiga jam dan potensi TMC mengoptimalkan terjadinya peluang awan-awan tersebut agar segera turun hujan. Pantauan keberadaan awan-awan tersebut dengan memanfaatkan radar-radar BMKG di Cengkareng, Semarang, Surabaya serta bandara-bandara besar.   ”Biasanya akan menguap, buyar atau turun hujan.  Tim harus bergerak cepat menjangkau wilayah-wilayah tersebut untuk mengoptimalkan terjadinya peluang hujan,” ujarnya.  

You May Also Like

More From Author