Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuka peluang riset tentang numismatik, kegiatan mengumpulkan benda-benda terkait uang. Numismatik bisa menjadi sumber untuk melihat khazanah perkembangan peradaban budaya di masa lalu.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra), Herry Jogaswara menyampaikan, numismatik sangat relevan untuk program kemajuan peradaban budaya, di mana di dalamnya ada aspek kesejarahan yang bersifat patriotik.
Menurutnya, potensi numismatik yang besar memungkinkan keterlibatan kolaborasi riset dari banyak ahli, termasuk untuk kaderisasi demi keberlanjutan. Hal tersebut didukung dengan banyaknya laboratorium terkait logam di Balai Arkeologi milik BRIN.
Pada tahun ini penelitian tentang numismatik belum ada. Herry berharap, tahun depan riset numismatik bisa masuk di rumah program.
Untuk mendorong ke arah tersebut, Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban (PR KKP) menggelar webinar bertemakan “Numismatik, Melihat Khazanah Keagamaan Masa Silam melalui Peninggalan Uang Kuno” pada Kamis (04/05/2023). Diharapkan, webinar ini bisa menjadi sarana berbagi ilmu dan membuka jejaring dalam membangun penelitian.
Numismatik merupakan kegiatan mengumpulkan benda-benda terkait uang seperti uang kertas, koin, token, dan benda-benda lainnya yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat untuk pembayaran. Koleksi numismatik ini bukan hanya uang kuno, tetapi termasuk juga uang yang masih digunakan untuk transaksi saat ini.
Riset numismatik mempelajari sejarah mata uang, cara pembuatan, ciri-ciri, variasi yang ditemukan, pemalsuan, hingga sejarah politik terbentuknya mata uang tersebut.
Numismatik juga bisa menjadi sarana edukasi sejarah dengan mengulik cerita di balik pengeluaran uang tersebut. Hal itu dapat dijadikan sebagai sumber untuk melihat khazanah perkembangan peradaban di masa lalu.
Kepala PR KKP, Wuri Handoko menyampaikan, webinar tersebut digelar untuk mempersiapkan pengembangan riset numismatik ke depan.
“Hal tersebut sangat penting bagi kita untuk membangun relasi ke-Indonesia-an, perkembangan peradaban, museum, serta keagamaan sebagai penanda perkembangan melalui produksi ilmu pengetahuan,” ungkapnya.
Wuri menerangkan, sampai saat ini, aktualisasi riset objek numismatik belum semua terungkap. Sementara riset yang dihasilkan melalui penggalian arkeologi telah banyak menemukan uang logam. Hal itu sangat berpotensi mengungkap kesejarahan, sehingga perkembangan terus dioptimalkan sesuai tema.
Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan BRIN, Ery Soedewo, dalam paparannya membahas tentang Temuan Uang Kuno dan Artefak Bernuansa Keagamaan Lainnya di Sumatera Utara.
Ia menjelaskan nilai agama islam numismatik sebagai alat tukar. Misinya adalah penyampaian nilai-nilai islami yang diungkapkan melalui kalimat sahadat pada kepingan uang logam yang ada pada posisi di tengah ataupun di bawah.
Ery juga menyampaikan kepurbakalaan di pantai barat dan tengah Sumatera, mulai dari Barus, Archa Ganesha Lumut, Candi Simangambat, Jiret Martuah (Pagaranbira), Sibaluang (Saba Huduk), Saba Pulo, Garabak Niagam, Saba Biara, Biara Dagang, Makam Godang, Huta Siantar, Prasasti Sorik Marapi, Arca Padang Nunung, Koto Rao, Tanjung Medan.
Ery juga menyampaikan ritus, icon, rekaman aktivitas keagamaan melalui syiar Buddha dan syahadat islam.
Selanjutnya, Nurman Kholis dari PR KKP membahas Numismatik Islam dan Temuan Uang Kuno Beraksara Arab di Indonesia. Ia mengatakan, numismatik dapat menjadi salah satu pendekatan kajian multidisiplin.
Hal tersebut sebagaimana kajian atas sebaran koin-koin kuno dari Arab sejak abat ke-7 dan abad-abad selanjutnya melalui Pakistan, Bangladesh, Thalind, Malaysia, Indonesia, dan Brunei Daarussalam. Hal itu yang dapat dikorelasikan dengan salah satu cabang biologi yaitu zoologi berkenaan dengan sejarah penyebaran tikus dari Arab ke Indonesia, yang diperkirakan juga terkait penyebaran Islam.
Nurman berharap, numismatik dapat menjadi disiplin ilmu tersendiri. Menurutnya, manuskrip bisa menjadi objek kajian filologi. Sinergi numismatik dengan filologi juga dapat membantu para ilmuwan dalam memahami kata-kata terkait uang atau alat tukar, dalam manuskrip kuno berikut konteksnya.
Hal itu berdasarkan ruang dan waktu munculnya penulisan kata terkait istilah uang tersebut, seperti istilah dinar, dirham, riyal, rupiah, dan ringgit.
Terakhir, Saparudin Barus dari Museum Uang Sumatera memaparkan tentang numismatik sebagai alat bantu dalam mengungkap sejarah. Numismatik dapat menjadi sumber informasi ilmu pengetahuan yang cukup luas dari beberapa aspek, sebab menurut pendapatnya, sudah selayaknya para periset mengadakan penelitian pada mata uang dalam suatu negara.
Ia lalu menceritakan, negara di Eropa menempati tempat tertinggi dalam penelitian tentang mata uang yang diikuti oleh negara-negara asia. Untuk Asia Tenggara, peneliti numismatik paling banyak terdapat di Singapore, Malaysia, Indonesia, dan Philipina. Khusus di Indonesia, beberapa periset sudah mulai meneliti mata uang terutama terkait arkeologi dan sejarah. (Sumber: brin.go.id, Ilustrasi: Pixabay.com/ PublicDomainPictures)