30,4% Terumbu Karang di Indonesia Rusak

Hingga tahun 2013, sebesar 30,4% kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Hanya sebesar 5,29% dalam kondisi sangat baik, 27,14% masih dalam kondisi baik, dan 37,18% dalam kondisi cukup. Demikian hasil penelitian Pusat Penelitian (Puslit) Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1.135 stasiun.

Walau begitu, ada kecenderungan kondisi terumbu karang semakin membaik bila dibandingkan pengamatan sejak 1993. Menurut Kepala Puslit Oseanografi LIPI Dr. Zainal Arifin, saat ini telah dilakukan pengamatan terumbu karang secara lebih intensif dan berulang di 15 kota/kabupaten. LIPI melalui kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) terus berupaya meminimalkan kondisi terumbu karang Indonesia yang rusak.

“Kami mengamati terumbu karang di 8 kota/kabupaten di wilayah Indonesia barat dan 7 kabupaten di Indonesia bagian tengah dan timur,” lanjutnya dalam Diskusi Media bertajuk “Riset Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia” di Jakarta pada Kamis (17/4).

Delapan kota/kabupaten yang diamati adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Mentawai, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Lingga, dan Kota Batam.

Sedangkan, tujuh kota/kabupaten di Indonesia tengah dan timur yakni Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Kabupaten Selayar, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Selayar, Kabupaten Sikka, Kabupaten Biak Numfor, serta Kabupaten Raja Ampat.

Dr. Giyanto, Peneliti Puslit Oseanografi LIPI terjadi penurunan tutupan karang hidup di Nias dan Mentawai. Tetapi, terjadi peningkatan persentase tutupan karang sekitar 4% per tahun berdasarkan pengamatan terumbu karang di wilayah Indonesia bagian barat sejak 2004 – 2011.

“Penurunan tutupan karang hidup di Nias dan Mentawai lebih disebabkan oleh faktor bencana yaitu gempa bumi yang diikuti oleh tsunami yang terjadi di akhir 2004,” tandasnya.

Kondisi terumbu karang di Indonesia bagian tengah dan timur tak jauh berbeda. Walaupun terjadi penurunan tutupan karang hidup di Biak, terjadi peningkatan persentase tutupan karang sekitar 3% per tahun berdasarkan data pengamatan tahun 2006-2011.

“Penurunan tutupan karang hidup di Biak juga disebabkan oleh faktor bencana yaitu badai hebat yang terjadi pada tahun 2009. Serta, peristiwa pemutihan karang (bleaching) akibat naiknya temperatur air laut pada 2010,” paparnya.

Sementara itu, Peneliti Puslit Kependudukan LIPI Dr. Deny Hidayati dan Dr. Widayatun yang tergabung dalam program COREMAP menuturkan, upaya penyelamatan terumbu karang juga dilakukan dengan pengembangan pendidikan pesisir dan laut serta riset dan monitoring sosial ekonomi (Sosek). Tujuannya untuk memahami kondisi sosek, permasalahan dan kebutuhan masyarakat, serta potensi dan alternatif solusi yang berkaitan dengan pengelolaan terumbu karang.

“Kami berharap melalui edukasi dan riset tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk penyelamatan terumbu karang,” pungkas keduanya. Sumber Humas LIPI

 

 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author