BRIN Ungkap Biopotensi Anggrek Alam Yogyakarta

TechnologyIndonesia.id – Perbukitan Menoreh dan Nglanggeran di Yogyakarta menyimpan potensi anggrek alam. Demi menjaga anggrek tersebut di habitatnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui program Alumni Research Support Facility (ARSF3-ECR) yang didanai oleh Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) melalukan upaya konservasi dan ekplorasi potensi anggrek alam di kawasan tersebut.

Hasil eksplorasi yang sudah dilakukan periset BRIN pada tahun 2023 mencatat terdapat 21 spesimen anggrek alam di Menoreh, dan 22 spesimen anggrek alam Nglanggeran.

BRIN melalui Pusat Riset Botani Terapan dan Pusat Riset Biosistematika dan Ekosistem dari Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan mengenalkan anggrek alam kepada masyakat di Menoreh dan Nglanggeran Yogyakarta. Tahap awal pengenalan anggrek alam tersebut dilakukan melalui kegiatan eksplorasi yang melibatkan masyarakat setempat.

“Eksplorasi ini merupakan langkah penting dari kegiatan konservasi genetik anggrek alam yang bertujuan mendata jenis anggrek alam yang ada di suatu lokasi tertentu,” jelas Istiana Prihatini dari Pusat Riset Botani Terapan.

Pada kegiatan eksplorasi, pengoleksian tanaman hidup dilakukan untuk tujuan domestikasi dan disertai pembuatan herbarium basah dan kering. Peneliti dari Pusat Riset Botani Terapan, Latifa Nuraini mengatakan riset lanjutan akan mengarah pada biopotensi pemanfaatan lanjut anggrek alam khususnya dari wilayah Yogyakarta.

“Selanjutnya anggrek alam hasil eksplorasi akan digunakan untuk riset sistematika, molekuler, dan pengembangan teknik perbanyakan melalui kultur jaringan (somatic embriogenesis),” tambah Latifa.

Pakar anggrek dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Aninda Retno Utami Wibowo menyebut riset eksploratif pertama dilakukan di pegunungan Menoreh yaitu Desa Purwosari, Kabupaten Kulon Progo, DIY.

“Topografi wilayah tersebut berupa perbukitan, tercatat sekitar 500-800 mdpl dengan kondisi subur penuh dengan bermacam vegetasi,” terangnya.

Ia menjelaskan, hasil eksplorasi mencatat sedikitnya terdapat 21 spesimen anggrek alam di Menoreh. Diantaranya adalah jenis Acriopsis liliifolia, Aerides odorata, Dendrobium mutabile, Liparis condylobulbon, dan kesemuanya termasuk dalam kategori II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

“Artinya, saat ini 21 spesies anggrek tersebut tidak dalam keadaan terancam punah, namun bisa terancam punah apabila tidak adanya pengendalian perdagangan. Karena itu, statusnya perlu dilindungi atau perlu dilakukan upaya konservasi,” papar Aninda.

Eksplorasi anggrek alam kedua dilakukan di gunung api purba desa Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Kondisi wilayah ini relatif tandus dan berbatu, sehingga banyak ditemukan anggrek terestrial. Dari hasil identifikasi, telah diketahui 22 spesimen anggrek alam Nglanggeran.

“Beberapa jenis merupakan anggrek terestrial yang menarik seperti Habenaria medusa dan Pecteilis susannae, juga ditemukan anggrek epifit yang menarik seperti Dendrobium stuartii. Keadaan tanah didaerah Nganggeran tersusun oleh batuan sedimen vulkanik menyebabkan daerah ini relatif tandus dan kering dengan suhu rata-rata 28,7°C-33,8°C, menyebabkan hanya sebagian kecil dari seluruh spesies anggrek yang mampu bertahan,” jelas Aninda.

Menurut Aninda, jenis anggrek terestrial yang banyak ditemukan didaerah ini memiliki umbi tersembunyi dan memiliki fase vegetatif dan generatif bergantian seperti Nervilia plicata dan Nervilia concolor.

Kini anggrek alam tersebut dirawat dan diperbanyak di Stasiun Penelitian Biodiversitas Fakultas Biologi UGM. Hasil perbanyakan anggrek alam akan dikembalikan ke daerah asal setelah melalui proses splitting atau perbanyakan secara alami.

Melalui riset ini, BRIN dan ACIAR telah berperan dalam upaya pengenalan konservasi dan usaha perlindungan anggrek alam dengan dibangunnya dua greenhouse yaitu di Dusun Tegalsari Kulon Progo dan di Kampung Pitu Nglanggeran.

Greenhouse ini akan digunakan untuk merawat anggrek alam yang telah dikumpulkan dan diperbanyak di UGM,” kata Istiana.

Menurut Istiana, kegiatan akan dilanjutkan dengan pengenalan anggrek alam, cara budi daya, dan tindakan penyelamatan terhadapnya dengan melibatkan masyarakat melalui pelatihan yang akan diselenggarakan pada pertengahan 2024. Selain itu, pihaknya juga akan menyerahkan greenhouse dan hasil koleksi anggrek alam kepada masyarakat di kedua daerah tersebut.

“Kami berharap greenhouse dan koleksi anggrek alam tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan daya tarik wisata di kedua desa serta menjaga kelestarian anggrek alam,” ungkapnya.

Di sisi lain, Istiana berharap kerja sama dengan UGM dan UNY dalam pengembangan ilmu anggrek alam dan pemanfaatannya tetap terjalin di masa mendatang. Kegiatan ini melibatkan mahasiswa Fakultas Biologi UGM yang tergabung dalam kelompok BIOSC (Biology Orchid Study Club) dan mahasiswa dari kelompok Herbiforus Fakultas MIPA UNY.

Yayasan Kanopi Indonesia juga turut berperan membuka komunikasi awal dengan masyarakat di desa Purwosari dan dalam kegiatan eksplorasi.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author