Jakarta, Technology-Indonesia.com -Industri minyak goreng sawit harus bersiap-siap. Kementerian perindustrian telah menetapkan regulasi pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit secara wajib melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 46 Tahun 2019. Peraturan Wajib SNI ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
SNI 7709:2019 Minyak Goreng Sawit ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) setelah melalui serangkaian proses perumusan SNI oleh Komite Teknis 67-04, Makanan dan Minuman. SNI ini merupakan revisi SNI 7709:2012.
Deputi Penerapan Standar dan Akreditasi BSN, Zakiyah menjelaskan regulasi SNI Minyak Goreng Sawit yang beredar di Indonesia wajib sejak tahun 2013 melalui Permenperin nomor 87/M-IND/ PER/12/2013. Aturan ini beberapa kali diubah dan ditunda pelaksanaannya, hingga penerbitan regulasi pemberlakuan SNI wajib Minyak Goreng Sawit melalui Permenperin Nomor 46 Tahun 2019.
Menurut Zakiyah, perusahaan atau industri yang telah memiliki Surat Persetujuan Penggunaan Tanda (SPPT) SNI sesuai dengan Permenperin nomor 87/M-IND/PER/12/2013, diberi jangka waktu 12 bulan untuk menyesuaikan terhadap Permenperin Nomor 46 Tahun 2019. Selain itu, pelaku usaha yang telah memiliki SPPT SNI minyak goreng sawit dengan SNI 7709:2012 dan telah dilakukan survailen/verifikasi paling lama 6 bulan sebelum 1 Januari 2020, dapat dilakukan penggantian sertifikasi menjadi SPPT SNI 7709:2019 sepanjang sesuai dengan persyaratan mutu.
Untuk sementara, pelaku usaha masih dapat memproduksi atau mengemas minyak goreng sawit dengan kemasan tanpa tanda SNI sampai dengan 30 Juni 2020 dan masih dapat beredar sampai dengan 31 Desember 2021.
“Berdasarkan data dari bangbeni.bsn.go.id sampai dengan saat ini terdapat 78 SPPT SNI minyak goreng sawit yang terdaftar dalam aplikasi bangbeni,” ungkap Zakiyah di Jakarta pada Sabtu (1/2/2020).
Mengapa SNI ini diadopsi menjadi regulasi, sehingga SNI berlaku secara wajib? Zakiyah mengatakan, SNI tersebut telah melalui pertimbangan teknis oleh kementerian terkait karena menyangkut masalah kesehatan manusia. Dalam pemberlakuan secara wajib SNI minyak goreng sawit sudah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kesiapan pelaku usaha dan lembaga penilaian kesesuaian.
Menurut Zakiyah, selain melindungi produsen dan konsumen, pemberlakuan standar ini mendukung implementasi fortifikasi pangan dalam rangka mengurangi stunting dan peningkatan daya saing produk. Minyak goreng sawit dalam SNI 7709:2019 merupakan bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari minyak kelapa sawit (RBDPO), yang telah melalui proses fraksinasi, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan, mengandung vitamin A dan/atau provitamin A.
Berdasarkan SNI 7709:2019, persyaratan mutu kandungan vitamin A minimal 45 IU/g. Berdasarkan regulasi Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2019 pengujian kesesuaian Vitamin A dilakukan terhadap contoh yang diambil di pabrik.
Regulasi Pemerintah mengenai pemberlakuan SNI Minyak Goreng Sawit secara wajib, oleh BSN telah dinotifikasikan ke para anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai pemberitahuan perubahan terhadap regulasi yang sebelumnya telah dinotifikasi pada tahun 2013, untuk memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha secara global untuk melakukan penyesuaian terhadap Permenperin Nomor 46 Tahun 2019.
Zakiyah berharap, pemberlakuan SNI minyak goreng sawit secara wajib dapat secara efektif diterapkan. Dalam masa transisi penindakan belum dilakukan oleh satgas pangan sampai berakhir masa peralihan sesuai waktu yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut.
“Apabila terdapat penyalahgunaan penindakan dapat melaporkan pada satgas pangan POLRI dengan kontak 081288211678,” pungkas Zakiyah.