Cibinong, Technology-Indonesia.com – Sebanyak 38 pelaku usaha mikro antusias mengikuti rangkaian kegiatan Coaching Clinic Pengembangan Produk Halal Melalui Penerapan Teknologi Pengemasan dan Pengawetan Makanan di KST Soekarno, Cibinong pada 20-21 Juni 2023. Coaching clinic ini digelar oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk meningkatkan daya saing UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) melalui sentuhan teknologi.
Melalui coaching clinic ini, BRIN berupaya menjawab permasalahan umum yang dihadapi usaha mikro yaitu belum memahami teknologi pengemasan yang tepat untuk mempertahankan kualitas makanan dan teknologi pengawetan makanan untuk memperpanjang umur simpan.
Koordinator Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk UMKM, Aswin Firmansyah menjelaskan bahwa kegiatan coaching clinic merupakan bagian dari program Fasilitasi Usaha Mikro Berbasis Iptek (FUMI) yang dikembangkan oleh Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat dan UMKM, Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN.
“Program FUMI menjadi sarana bagi BRIN untuk menyampaikan hasil riset dan inovasi kepada para pengguna, terutama pelaku usaha mikro,” terang Aswin di sela acara coaching clinic di Cibinong pada Selasa (20/6/2023).
Berdasarkan data statistik, jumlah pelaku UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 65,46 juta, berkontribusi sebesar 60,3% terhadap PDB dan mampu menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia.
“Dari hasil survei kami, 17 persen dari UMKM itu membutuhkan sentuhan teknologi selain dana. Sentuhan teknologi itu untuk meningkatkan kualitas mutu dan produktivitas,” tuturnya.
Sentuhan teknologi ini bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan seperti memperpanjang daya tahan produk dari tiga bulan menjadi enam bulan atau mengubah produk yang tadinya kusam menjadi lebih menarik.
“Kadang-kadang solusi teknologinya sederhana misalnya cukup dipanaskan 70 derajat karena kalau lebih dari 70 derajat ada zat yang akan terurai. Itu permasalahannya, tapi pelaku usaha mikro tidak punya kompetensi dan dana untuk melakukan uji coba. FUMI menjembatani ini dengan menyasar para pelaku usaha mikro. Ini lho riset dan inovasi yang bisa menjadi solusi bagi mereka,” terang Aswin.
Pendampingan program FUMI, lanjutnya, dilakukan dalam dua bentuk yaitu pendampingan secara personal dan coaching clinic untuk masyarakat luas. Pendampingan secara personal dilakukan untuk memberikan pendampingan permasalahan yang lebih spesifik dan mendalam
Aswin mencontohkan, bagaimana menghilangkan endapan atau rasa pahit pada produk minuman jeruk. Permasalahan ini membutuhkan penelitian lebih mendalam dan pendampingan secara personal.
“Tapi ada yang cukup pengenalan-pengenalan teknologi sederhana untuk mereka menerapkan disampaikan ke masyarakat luas dalam bentuk coaching. Misalnya hampir semua usaha makanan dan minuman memiliki masalah terkait pengemasan dan pengawetan. Kita coba kenalkan teknologinya melalui coaching clinic, lingkupnya tidak sedalam yang personal tadi,” terangnya.
Aswin menyampaikan, program FUMI ini sudah dimulai sejak tahun 2021. Pada 2022, BRIN sudah melakukan pendampingan pada 76 pelaku usaha mikro. Untuk tahun 2023, pihaknya diberi target sekitar 250 pelaku usaha mikro.
Pendaftaran untuk pendampingan FUMI tahun ini sudah dibuka pada 23 Mei sampai 23 Juni 2023. Pelaku usaha mikro yang ingin mengikuti program FUMI bisa membuat usulan dengan format sederhana mengenai permasalahan yang dihadapinya.
Pendampingan melalui coaching, dilakukan dalam bentuk kemitraan dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan kementerian/lembaga lainnya. “Untuk coaching persyaratannya mereka memiliki permasalahan yang sama dan sulit kalau tidak ada yang mengkoordinir, jadi harus ada suatu entitas atau lembaga pemerintah atau swasta yang mengkoordinir,” imbuhnya.
Bagi pelaku usaha yang mendapatkan pendampingan FUMI, akan dilakukan monitoring pada tahun berikutnya. Monitoring dilakukan untuk mengetahui apakah solusi teknologi yang disampaikan BRIN diterapkan oleh pelaku usaha. “Jika tidak alasannya apa, kalau diterapkan apakah ada dampak terkait revenue, profit dan sebagainya,” terangnya.
Aswin menyampaikan bahwa permasalahan yang dihadapi pelaku usaha mikro saat menerapkan teknologi yaitu kebutuhan alat atau bahan tertentu yang biayanya tidak murah. Sementara, program FUMI belum bisa memfasilitasi pemodalan dan alat mesin.
“Karena itu kami mencoba menggandeng mitra lain, misalnya pelaku usaha mikro produk jamu di Yogyakarta bekerjasama dengan Bank Indonesia yang punya skema-skema tertentu untuk pemberdayaan UMKM. Model seperti itu yang coba kami bangun agar pendampingan kemitraan ini bisa tuntas dan tidak setengah-setengah,” tutur Aswin.
Ia berharap agar UMKM yang sudah mendapatkan pendampingan FUMI bisa menularkan ke lingkungan sekitarnya agar para pelaku usaha mikro bisa kompetitif produknya. Sementara bagi pelaku usaha mikro yang memiliki permasalahan yang membutuhkan sentuhan teknologi bisa mendaftar di program FUMI.
Sebagai informasi kegiatan coaching clinic ini dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan hari pertama menghadirkan periset dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN yang memaparkan teknologi pengemasan dan pengawetan makanan. Pada hari kedua peserta coaching clinic mengikuti kegiatan demo produk dan mengunjungi PT Okwilfood untuk mempelajari teknologi pengalengan.