Technology-Indonesia.com – Pohon cendana merupakan tanaman khas Nusa Tenggara Timur (NTT). Sayangnya, saat ini masyarakat NTT cenderung kurang berminat untuk mengembangkan pohon ini. Musim hujan yang cukup pendek sekitar 3-4 bulan menjadikan pengembangan tanaman cendana semakin sulit.
Hal tersebut disampaikan peneliti Politeknik Pertanian Negeri (POLITANI) NTT, Lenny Marlina Mooy, saat berkunjung ke Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) pekan lalu.
“Untuk itu, POLITANI menjalin kerja sama dengan Fakultas Kehutanan UGM dalam pengembangan agroforestri tanaman cendana,” katanya.
Kedatangan Lenny di UGM merupakan kunjungan balasan Fakultas Kehutanan UGM yang telah dilakukan sebelumnya. Selama lima hari, Lenny berdiksusi secara intensif dalam pengembangan agroforestri cendana bersama sejumlah pakar di Fakultas Kehutanan UGM.
Beberapa diantaranya diskusi dengan Atus Syahbudin dan Yeni Widyana Nurchahyani Ratnaningrum. Dalam diskusi tersebut mengemuka keinginan kuat hasil penelitian kerja sama yang dilakukan dapat menjadi sumber benih cendana bagi Kupang di masa mendatang.
“Kami punya hutan Wanagama I yang dirintis oleh Alm. Prof. Oemi Hani’in. Semoga melalui inisiasi kerja sama ini, nantinya POLITANI mampu membangun kebun benih cendana bergenetik tinggi,” harap Atus Syahbudin.
Kerja sama antara POLITANI NTT dan Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2017-2018 difokuskan pada kegiatan agroforestri cendana. Fakultas Kehutanan UGM telah memiliki pengalaman panjang dalam pengembangan agroforestri, seperti program Integrated Forestry Farming System (IFFS), serta pemapanan tegakan benih (insitu & exsitu conservation).
IFFS berhasil menemukan varietas padi dan jagung yang tahan kering yang mampu ditanam di antara pohon jati. Adapun jati unggul telah diperoleh pasca eksplorasi dan berbagai pemapanan tanaman uji.