Universitas Gadjah Mada (UGM) merintis pengembangan sistem pertanian terpadu melalui pemanfaatan areal di bawah tegakan hutan. Hal tersebut sejalan dengan progam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Perhutani terkait pembukaan lahan hutan untuk ketahanan pangan seluas satu juta hektar.
Menurut Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., UGM akan mengimplementasikan seluruh hasil riset di bidang kehutanan. “Hutan tidak sekedar melindungi lingkungan, tapi sumber pangan, energi, dan sumber tekstil,” ungkapnya saat membuka workshop Rencana Aksi Pelaksanaan Integrated Farming System di Kawasan Hutan, di Yogyakarta, Jumat (16/1/2015).
Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Prof. Moh Naiem mengungkapkan, selama dua dekade kebijakan pemerintah dalam mendorong kedaulatan pangan tidak dilakukan secara serius. Saat ini luas lahan produksi pangan berkisar 15,35 juta hektar padahal yang dibutuhkan mencapai 24,2 juta hektar. Program ketahanan pangan masih bertumpu pada lahan sawah yang mayoritas berada di pulau jawa yang terus menyusut.
Karena itu, pemanfaatan hutan negara untuk mendukung sistem pertanian terpadu perlu digalakkan dengan tetap mempertahankan kondisi hutan.“Kita sudah mencoba menanam empat varietas padi di area kawasan Perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah lewat sistem tumpangsari dan gumpang gilir di sela tanaman jati dan pinus,” katanya.
Di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Ngawi, Fakultas Kehutanan mengembangkan sepuluh varietas padi gogo. Namun saat ini, baru tiga varietas unggulan yang sudah dikembangkan yaitu Situpatenggang, Inpago 4, dan Inpari.
Kepala Balitbang Kehutanan Prof. Dr. San Afri Awang, mengatakan Kementerian LHK dan Kementerian Pertanian sepakat menyiapkan lahan 1 juta hektar di Kalimantan dan Papua. “Dari 1 juta hektar lahan, 500 ribu untuk pangan dan sisanya untuk tanaman tebu,” terangnya.
Penyediaan lahan 1 juta hektar ini, dalam rangka mendukung pembangunan lahan sawah baru melalui pelepasan kawasan hutan dan sistem pinjam pakai. Selain itu, juga disediakan pemanfaatan areal lahan hutan di bawah tegakan hutan seluas 250 ribu hektar, serta kerja sama kemitraan dunia usaha dengan dana CSR produktif seluas 1,6 juta hektar.
San Afri menyebutkan sekitar 29 persen lahan hutan dipegang korporasi, hanya 0,58 persen dipegang oleh rakyat. “Kita coba naikkan 12,7 juta hektar lahan hutan untuk rakyat,” terangnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebutkan ada 630 ribu kawasan hutan di Jawa Tengah yang sejatinya potensial dimanfaatkan untuk lahan pertanian terpadu dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Pemprov Jawa Tengah sebelumnya menggelontorkan dana Rp 750 juta untuk pengadaan bibit padi gogo untuk ditanan di KPH Blora, Kendal, Banyumas, Grobogan, Boyolali dan Rembang. sumber www.ugm.ac.id