Pekanbaru, Technology-Indonesia.com – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) memperkenalkan dua teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar melalui mekanisasi pertanian dan aplikasi mikroba dekomposer. Teknologi itu ramah lingkungan karena tidak menimbulkan kebakaran yang menyebabkan bencana asap.
“Mekanisasi dan dekomposer dapat dipilih sebagai teknik buka lahan,” kata Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Dr. Agung Prabowo, M. Eng pada acara Sosialisasi Olah Lahan Tanpa Bakar di Kelurahan Agrowisata, Kecamatan Rumbai Pekanbaru (23/9/2019).
Menurut Agung, sejak diterbitkann UU Perkebunan No. 18 tahun 2004, mau tidak mau petani dan perkebunan komersial harus beralih ke teknik penyiapan lahan tanpa pembakaran (zero burning) walaupun tidak mudah dilakukan. “Jangan sampai sektor pertanian dan perkebunan dianggap biang keladi bencana,” kata Agung di hadapan 2.000 orang peserta petani dan penyuluh pertanian se-Provinsi Riau.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memberi dampak negatif bagi lingkungan, kesehatan, dan aktifitas perekonomian. Kebakaran umumnya terjadi di lahan gambut terdapat di Provinsi Jambi, Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. “Lahan gambut sedang mengalami perubahan penggunaan,” kata Agung.
Selain itu, kelalaian atau kesengajaan menggunakan api dalam olah lahan seringkali menyebabkan kebakaran yang tidak terkendali seperti sekarang yang menimbulkan bencana asap. Kebakaran juga terjadi di lahan tanah mineral terutama saat musim kemarau panjang.
Menurut Agung, membuka atau menyiapkan lahan dengan membakar memang praktis, murah, dan cepat. Namun cara tersebut menimbulkan kerugian yang luar biasa.
Pada kesempatan terebut Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Penggunaan, Dr. Husnain, MSc, menerangkan tahapan- tahapan penyiapan lahan tanpa bakar. Tahapan pertama, penggunaan eskavator untuk membersihkan alang-alang atau semak, selanjutnya pengolahan tanah dengan traktor roda 4 berturut-turut dengan piringan dan rotary.
Tahapan berikutnya, penggunaan drone untuk hambur benih di lahan sawah atau seeder di lahan kering, penggunaan dekomposer untuk melapukan bahan organik; dan pembuatan biochar dari tunggul tanaman yang besar. “Biochar ini sangat berperan dalam konservasi air terutama di lahan kering,” terangnya.
Penggunaan alat mekanisasi pertanian dalam penyiapan lahan dan tanam bertujuan menciptakan ruang pertumbuhan yang baik bagi perakaran tanaman, menghilangkan sumber/inang penyakit jamur akar putih (JAP), serta meningkatkan efisiensi kerja.
Berdasarkan uji yang dilakukan Kementan, mekanisasi mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30% dan mampu meningkatkan produktivitas lahan 33,83%. Penggunaan alsintan (alat dan mesin pertanian) juga mempercepat proses produksi. Olah tanah secara manual membutuhkan waktu 320-400 jam/hektare (ha). Sementara dengan alsintan hanya butuh waktu 4-6 jam/ha dan menghemat biaya kerja hingga 40% atau hanya Rp 1,2 juta/ha dibandingkan sebelumnya Rp 2 juta/ha.
Sementara prinsip dekomposer adalah usaha untuk mempercepat dekomposisi bahan organik terutama terhadap sisa tanaman berkayu. Penyemprotan dekomposer dilakukan berulang-ulang agar pembusukan serasah berkayu lebih cepat.
“Mikroba dekomposer juga dapat membantu mempercepat pelapukan pangkasan gulma dan sisa tanaman menjadi kompos sehingga pembakaran tidak diperlukan,” kata Husnain.
Pengelolaan lahan tanpa bakar bermanfaat karena ramah lingkungan, dapat mempertahankan bahan organik tanah dan sejumlah hara tanah, mengurangi emisi gas rumah kaca, mempertahankan keanekaragaman hayati, menghindari masalah hukum yang merugikan, serta mengurangi polusi udara akibat kebakaran yang dapat mengganggu kesehatan, transportasi dan berbagai aktivitas ekonomi.