BRIN Kembangkan Virtual Reality untuk Tanggap Darurat Tsunami

TechnologyIndonesia.id – Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana alam, diantaranya banjir, cuaca ekstrem, gempa bumi dan tsunami. Untuk itu, upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana menjadi semakin penting.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) melakukan riset dalam Pengembangan Pemodelan Pemodelan Lingkungan Kota Melalui Metode 3D Orthomosaic untuk Simulasi Tsunami Sebagai Support Konten Virtual Reality.

“Riset yang dilakukan pada tahun 2020 – 2024 ini didasari oleh Indonesia merupakan negara ring of fire sehingga perlu membangun Masyarakat yang siap siaga apabila terjadi bencana melalui tools yang sesuai dengan teknologi dan perkembangan jaman,” jelas Yudhi Rezaldi dalam Webinar PRSDI “Convergence of Resilience Human-Computer Interaction in Disaster Data Management, 3D Visualization and User Recommendation” pada Selasa (14/11/2023).

Yudhi menjelaskan bahwa dari kejadian Tsunami pada tahun 2006 di Cilacap ini, pihaknya memproses pengambilan foto udara yang disebut sebagai pemetaan fotografi untuk menentukan sebaran parameter estimasi sebaran ombak tsunami hingga melihat titik akhir genangan Tsunami.

“Dari riset ini, diantaranya menghasilkan aplikasi yang bisa diunduh apk dan aplikasi mobile serta situs internet https://tsunami3d.bingkaikodeku.my.id/,” ungkap Yudhi.

Selanjutnya, riset ini juga melihat bangunan yang memiliki bangunan yang masih bisa digunakan menjadi shelter pada saat terjadi Tsunami.

“Dari ketinggian tsunami 5 meter, kami merekomendasikan 2 gedung yang pada tahun 2023 ini telah kami validasi struktur bangunannya untuk memastikan gedungnya masih kokoh dan kuat apabila kembali terjadi tsunami,” ucapnya.

Yudhi menjelaskan, kedepannya setelah dilakukan proses modelling, dan memproses data akan dikembangkan dalam pembuatan konten virtual reality untuk menunjukkan arah kepada pengguna dan bisa berinteraksi dengan remote dan bisa digunakan 2 arah dan penentuan kemana berlari untuk menuju tempat yang direkomendasikan untuk menjadi tempat penampungan (shelter).

Puspa Sandhyaduhita dari National University of Singapore dalam webinar ini menjelaskan pentingnya golden period dalam menentukan penanganan darurat oleh penanggap bencana.

“72 jam pertama setelah bencana alam perupakan masa kritis yang harus dimanfaatkan untuk menyelamatkan korban, rencana penanganan darurat, serta rencana kesiapsiagaan,” ungkapnya.

Untuk itu, dibutuhkan adanya aplikasi berbasis teknologi sebagai usaha Lembaga kebencanaan dalam memanfaatkan teknologi digital untuk membantu penanggap bencana yang mudah digunakan dalam komunikasi sehari hari untuk meningkatkan penurunan risiko bencana, mitigasi bencana, rencana kesiapsiagaan untuk mendukung terjadinya penanganan darurat agar lebih efektif dan efisien.

“Melalui Webinar ini, kita bisa melihat bahwa inovasi dalam manajemen bencana dan kegempaan sosial memiliki dampak sosial. Kami berharap bisa mendapatkan masukan yang bisa membantu untuk memperbaiki atau memperluas aplikasi yang sudah dibuat serta membuka peluang kolaborasi dengan pihak luar untuk membuat hasil riset menjadi seluas mungkin,” pungkasnya. (sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author