Jakarta, Technology-Indonesia.com – Para ahli geologi mengatakan fenomena likuifaksi yang terjadi saat gempa berkekuatan 7,7 SR menguncang Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 28 September 2018 termasuk paling unik di dunia. Musababnya antara lain karena kejadian dahsyat tersebut menyebabkan jumlah korban jiwa yang sangat banyak, lebih dari 5 ribu orang, korban materi yang sangat tinggi, serta berdampak sangat besar terhadap kehidupan manusia.
Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian, Dedi Nursyamsi mengungkapkan hal tersebut dalam Focus Group Discussion Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Akibat Gempa, Tsunami, dan Likuifaksi di Palu, Sigi, dan Donggala di kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulteng pada Rabu (6/3/2019)..
Sebut saja likuifaksi yang terjadi di Desa Sibalaya, Kecamatan Tanambulafa, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Likuifaksi ini menyebabkan masa tanah sekitar 51 hektare (ha) bergerak dari timur ke barat atau dari atas ke bawah bersamaan dengan terjadinya gempa bumi. Dalam masa tanah tersebut terdapat 30 ha sawah irigasi dengan ketebalan sekitar 5 meter termasuk benda-benda yang berada di atasnya
Peneliti Badan Litbang Pertanian, Syafrudin mengatakan bahwa fenomena Sibalaya ini menyebabkan masa tanah bergeser sekitar 500 hingga lebih 1.000 meter. Ada bangunan masjid dan gereja yang asalnya berjarak lebih 500 meter, kini menjadi berhimpitan. Bahkan ada lapangan sepak bola dan stadionnya yang berpindah tempat lebih dari 500 meter.
Menurut Syatria staf Kementerian PUPR, likuifaksi Sibalaya menyebabkan jaringan irigasi primer dan sekunder dari bendung Gumbasa mengalami kerusakan. Akbatnya, lahan sawah sekitar 5.700 ha yang berada di daerah irigasi Gumbasa mengalami kekeringan.
“Lahan sawah yang biasa ditanami 2-3 kali dalam setahun, kini hanya bisa ditanam 1-2 kali saja, yaitu saat musim kemarau sawah tidak bisa diari karena irigasi Gumbasa belum berfungsi,” tuturnya.
Hal ini diamini Kepala Dinas Pertanian Kota Palu dan Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sigi. Mereka mengatakan saat ini para petani perlu air untuk bercocok tanam.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Donggala, Hari Sutjahjo mengatakan jaringan irigasi di Kabupaten Donggala banyak yang mengalami kerusakan akibat gempa lalu sehingga irigasi ke lahan sawah tidak maksimal. (Estiyanto Nugroho/Balitbangtan)