Jakarta-technology-indonesia.com – Sumber daya manusia (SDM) yang handal dalam memanfaatan sains dan teknologi menjadi kunci penting keberhasilan ekonomi Indonesia. SDM handal juga diperlukan guna memenangkan persaingan global.
“Indonesia harus bergerak lebih cepat menuju knowledge based economy untuk mencapai keadilan dan kemakmuran,” kata Iskandar Zulkarnain, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam 2nd Thee Kian Wie Lecture Series di Jakarta, Rabu (26/4/2017). Kegiatan ini mengangkat tema “Memperkuat Peranan APBN dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.”
Menurut Kepala LIPI, secara garis besar Thee Kian Wie menyebutkan bahwa Indonesia memerlukan SDM yang berkualitas untuk mencapai kemakmuran. “SDM yang handal bisa membuat kita menguasai teknologi untuk kemajuan ekonomi,” lanjutnya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti menambahkan belajar dari studi yang dilakukan Thee Kian Wie, untuk pembangunan ekonomi yang madani sangat memerlukan SDM yang berkualitas dan mumpuni. “Kemampuan untuk melakukan investasi dan produksi juga diimbangi dengan kemampuan SDM mengadakan perubahan kecil, pemasaran, dan perubahan besar. Tindakan tersebut menuntut diperlukannya SDM yang handal,” tukasnya.
Menurut Nuke, sumber daya manusia, iptek, dan inovasi merupakan pilar pembentuk daya saing bangsa. Pemerintah telah memberikan perhatian besar terhadap pendidikan dengan memberikan alokasi anggaran 20% dari belanja publik.
Namun menurut data Bank Dunia tahun 2017, porsi anggaran pendidikan terhadap produk domestik bruto (PDB) sebetulnya menunjukkan penurunan dari sekitar 3,5% pada 2010 menjadi 3% pada 2016. Demikian juga porsi untuk kesehatan dan gizi yang tidak banyak bergerak di tingkat 1,1% dari PDB antara 2010-2014.
Walaupun Indonesia dalam Global Compatitiveness Index memiliki peringkat yang baik yaitu 37 dari 140 negara, namun Indonesia masih relatif tertinggal dalam 12 pilar pembentuk daya saing. “Pilar ke-empat yaitu Kesehatan dan Pendidikan, ranking Indonesia relatif rendah yaitu 80/140. Sementara pilar ke-lima yaitu pendidikan tinggi dan pelatihan peringkatnya 65/140,” lanjutnya.
Nuke juga memaparkan bahwa skor kemampuan murid usia 15 tahun dalam bidang ilmu pengetahuan, membaca, dan matematika yang dilakukan PISA (Program for International Student Assesment) mengindikasikan posisi Indonesia relatif tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam.
“Tantangan yang dihadapi di sektor SDM perlu segera dipecahkan. Penting melakukan pembangunan SDM secara broad base (meluas) khususnya dalam kelompok sosial-ekonomi-geografis yang dapat mengambat pecapaian kesempatan yang merata,” terang Nuke.
Walaupun posisi SDM di Indonesia relatif tertinggal, pilar ke-12 dari Indeks Daya Saing Global yaitu inovasi memperlihatkan posisi Indonesia yang menjanjikan di peringkat 30/140. Posisi ini lebih baik dibandingkan Tiongkok, India, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
“Jika SDM Indonesia dapat terus dikelola dan dikembangkan, maka cita-cita para pendiri bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur akan segera terwujud. Bahkan Indonesia dapat mengambil peranan lebih berarti untuk memajukan kesejahteraan bangsa-bangsa di dunia,” pungkasnya.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Sri Murtiningsih Setyo Adioetomo (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia), Chris Manning (Australian National University), dan Latif Adam (Pusat Penelitian Ekonomi LIPI).