Pemanfaatan teknologi disektor pertanian tidak popular dan belum merata. Tidak heran jika sebanyak 41, 611 juta 39,67 persen angkatan kerja yang hidup dari sektor pertanian dengan tingkat penghasilan rendah. Kontribusi PDBnya hanya 15,29 persen. Bandingkan dengan sektor pertambangan yang kontribusinya 10,53 persen dengan angkatan kerja 1,09 persen.
“Hal itu menunjukkan pertumbuhan kemakmuran bagi sebagian terbesar masyarakat masih rendah. Juga terjadi kesenjangan antara yang telah memanfaatkan teknologi dan yang belum, antara perusahaan multi nasional dan perusahaan yang masih dikelola secara tradisional,” kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Muhammad Said Didu dalam Seminar dan Kongres Ikatan Auditor Teknologi Indonesia di Jakarta, (13/7).
Hal itulah menurut Said Didu yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Meski demikian lanjutnya persoalan yang dihadapi tiap bangsa pada setiap zaman berbeda sesuai lingkungan yang dimimilikinya.
“Namun yang terpenting adalah pilihan pengembangan teknologi berdasar jati diri bangsa itu sendiri dan kemampuan serta kecepatan mengadopsi perkembangan teknologi. Pemahaman jati diri dengan demikian menjadi sangat penting untuk tidak menjadi bangsa pengekor,” tambahnya.
Said Didu juga menjelaskan kemampuan mengadopsi perkembangan teknologi dan kecepatannya sangat ditentukan oleh kesiapan infrastuktur riset teknologi dan Sumber Daya Manusianya. “Audit teknologi diperlukan untuk mengetahui dan menilai posisi teknologi dari sisi state of art, kontribusi dan nilai tambah teknologi tersebut. Hasilnya untuk rencana strategis nasional dan menyusun perencanaan teknologi,” tukasnya.
Sementara Ketua Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) Arya Rezavidi mengatakan tekonologi diperlukan untuk pembangunan bangsa. “Penggunaan teknologi juga harus bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan dapat menjadi daya saing bangsa,” katanya.
Auditor teknologi lanjut Arya tidak hanya sekadar memeriksa untuk menemukan kesalahan namun juga memperbaiki dan memberikan solusi dalam penggunaan teknologi. “Auditor teknologi melakukan pemeriksaan penerapan teknologi yang terukur maupun tidak terukur kemudian mengidentifikasi pengembangan teknologi hingga aset teknologinya. Jadi yang diaudit itu melingkupi, tehcnoware, humanware, infoware dan organoware,” jelas Arya.
Saat ini menurut Arya lembaga yang secara resmi menjadi auditor teknologi di Indonesia adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Namun ke depan Arya berharap kalangan lainnya bisa menjadi auditor teknologi. ”Terpenting melalui auditor teknologi ini dapat melakukan perlindungan terhadap publik. Beberapa kasus besar seperti meledaknya gardu listrik Cawang beberapa tahun lalu, atau banyaknya tabung gas yang meledak menunjukkan auditor teknologi diperlukan untuk melakukan pemeriksaan dan penemuan-penemuan kesalahan teknologi,” katanya. ***