Jurang antara Teknologi dan Bisnis akan semakin dalam jika tidak segera dicarikan solusinya. Diperlukan mediator yang bisa mencetak teknopreneur, wirausahawan muda berbasis teknologi.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Inkubator Teknologi salah satu yang terpanggil untuk menumbuhkan teknopreneur di Indonesia. Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Tatang A Taufik mengatakan teknoprenuership adalah sumber kesejahteraan masa kini dan masa yang akan datang. “Ditangan mereka ilmu pengetahuan dan teknologi berubah menjadi produk-produk yang akan meningkatkan kualitas kehidupan dan memiliki nilai tambah tinggi,” katanya kepada wartawan, Kamis (16/6) di Jakarta.
Dalam penciptaan teknopreneur baru, Balai Inkubator Teknologi (BIT) melakukan inkubasi teknologi seperti demand pull, yakni pengusaha-pengusaha baru datang BIT kemudian didampingi dalam proses inkubasi hingga pemilihan teknologinya. Atau pengusaha bisa melakukan technology push, yaitu teknologi-teknologi yang dipunyai BPPT kemudian dipertemukan dengan mitra pengusaha kemudian dipasarkan.
Menurut Kepala Balai Inkubator Teknologi, Bambang S Pujantiyo, sudah saatnya lulusan perguruan tinggi saat ini tidak berpikir untuk mencari kerja namun menciptakan lapangan pekerjaan. “Indonesia ini butuh pengusaha inovatif untuk meningkatkan daya saing. Potensi untuk menjadi menjadi pengusaha berbasis teknologi masih terbuka lebar. Banyak produk-produk yang memerlukan sentuhan teknologi agar bisa bersaing di pasaran. Lihat saja tempe yang dijual di luar negeri. Mereka menjual tempe dengan kemasan yang menarik. Bayangkan dengan tempe yang dijual di dalam negeri hanya memakasi kertas bekas atau daun pisang,” katanya.
Pengembangan teknopreneur menjadi penting karena saat ini baru ada sekitar 0,24 persen wirausahawan di Indonesia. Idealnya Indonesia dengan jumlah penduduk dan jumlah lulusan terdidik bisa menghasilkan empat persen pengusaha muda berbasis teknologi.
Oleh karena itu dalam meningkatkan jumlah teknopreneur di Indonesia maka diperlukan adanya incubator-inkubator di daerah. Bersamaan dengan penerapan Sistem Inovasi Daerah di 13 wilayah kabupaten kota, BIT merencanakan membangun inkubator di daerah tersebut.
“Daerah yang punya komitmen membangun inkubator, Sumatera Selatan, Pekalongan, Semarang dan Gunungkidul,” ujar Bambang.***