Obesitas pada anak kini merupakan masalah besar negara berkembang termasuk Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi obesitas pada anak-anak usia sekolah sebesar 5%, di mana Sjarif dkk (2005) mendapatkan prevalensi terbesar terdapat pada kota Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,7%) dan Palembang(13,2%).
Obesitas merupakan permasalahan yang serius, dikarenakan komplikasi obesitas seperti penyakit jantung koroner, hiperlipidemia, dan diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi tidak terkecuali pada anak-anak. Penelitian di Jakarta pada tahun 2002-2004 pada anak berusia 6-12 tahun dengan obesitas menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik beserta profil lipid yang buruk berupa tingginya kadar kolesterol total dan LDL Selain itu, penelitian lain pada tahun 2007 menunjukkan risiko rata-rata terjadinya penyakit jantung koroner pada anak laki-laki berusia 5-9 tahun dengan obesitas adalah sebesar 38%.
Faktor penyebab primer dari obesitas adalah tidak seimbangnya energi yang masuk dengan energi yang keluar di mana hal ini terutama diakibatkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan. Peran gaya hidup perkotaan di mana ketersediaan makanan menjadi semakin banyakyang diiringi dengan kemudahan untuk mendapatkan makanan turut berperan dalam menyebabkan obesitas.
Tatalaksana obesitas anak di antaranya dapat dilakukan dengan diet seimbang, perubahan perilaku makan, peningkatan aktifitas fisik, dan dengan prosedur pembedahan. Perubahan perilaku makan tidak mudah dilakukan pada usia muda, dan dalam praktiksehari-harinya menangani obesitas pada anak lelaki lebih sulif dibanding-kan dengan anak perempuan. Aktifitas fisik regular selama 30-60 menit setiap hari yang menyenangkan sesuai dengan gaya hidup anak dan keluarga yang sehat merupakan bagian dalam tatalaksana obesitas. Namun demikian, semakin sedikit lahan yang dapat digunakan untuk melaku-kan aktifitas regular tersebut menjadi kendala.
Sampai saat ini, belum ada obat-obatan yang direkomendasikan untuk penanganan obesitas anak. Data yang mendukung untuk penggunaan obat-obatan untuk terapi obesitas anak sangat terbatas dan belum konklusif.
Makin tinggi kandungan lemak di dalam makanan, kandungan energinya pun akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila kandungan air semakin tinggi di dalam makanan, maka kandungan energinya pun akan semakin sedikit. Selain itu, asupan energi akan semakin besar apabila memi-num minuman bersoda setelah makan. Penelitian dari 25 anak obes pada 2007 menunjukkan bahwa 92% anak mengkonsumsi paling tidak 250 ml minuman bersoda setiap harinya.
Peranan air terhadap penatalaksanaan obesitas juga didukung oleh meta analisis yang menunjukkan bahwa konsumsi air akan meningkatkan oksidasi lemak sehingga akan menurunkan lipogenesis. Selain itu, peranan air ini juga telah dibuktikan di dalam pengalaman klinis seperti pada contoh kasus di mana seorang pasien anak berusia 8 tahun yang diberikan konsumsi air bersama dengan terapi nutrisi lain , mengalami penurunan berat badan yang bermakna setelah menjalani terapi tersebut selama 4 bulan. Oleh karena itu, peran air di dalam kandunÂgan makanan dan sebagai air minum cukup besar di dalam tatalaksana obesitas pada anak.
Penanganan dini obesitas sangat penting dikarenakan obesitas anak cenderung berlanjut hingga usia dewasa dan obesitas merupakan hal yang sulit untuk ditangani. Dengan mengkonsumsi air pada obesitas akan dapat mengurangi asupan energi serta meningkatkan oksidasi asam lemak sehingga hal ini dapat membantu mengurangi peningkatan berat badan. (L)