Jakarta, Technology-Indonesia.com – Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan saat ini marak dikembangkan di berbagai bidang. Di bidang medis inovasi AI dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan pengobatan yang membutuhkan data riwayat.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti menyampaikan kecerdasan buatan sangat menjanjikan untuk meningkatkan layanan kesehatan dan pengiriman obat-obatan di seluruh dunia.
“Selain dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi diagnosis dan skrining penyakit, AI dapat membantu perawatan klinis, memperkuat penelitian kesehatan dan pengembangan obat, serta mendukung berbagai intervensi kesehatan masyarakat seperti survei penyakit, respons wabah, dan manajemen sistem kesehatan,” ungkap Indi Dharmayanti saat membuka webinar bertajuk Empowering Health Care with Artificial Intelligence pada Selasa (21/03/2023).
“Selain itu, inovasi teknologi baru untuk pemantauan dan pengobatan penyakit dapat bermanfaat dalam meningkatkan kesembuhan pasien dan memungkinkan berjalannya Sistem Kesehatan Nasional kita dengan lebih baik dan lebih aman,” tambahnya.
Indi meyakini webinar yang diadakan oleh Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis ini sangat penting karena selama beberapa dekade kontribusi Science, Technology, Engineering, and Math (STEM) dalam perawatan kesehatan telah meroket.
Pakar STEM yang bermitra dengan profesional perawatan kesehatan telah menjadi garda terdepan dalam inovasi, dan berkontribusi signifikan dalam mengatasi tantangan kesehatan global.
Peneliti Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber, Anto Satriyo Nugroho, menyatakan dukungannya dalam pemanfaatan AI di bidang kesehatan, khususnya untuk membantu mitigasi penyakit malaria.
“Computer-aided Diagnosis (CADx) adalah sistem berbentuk AI yang dapat digunakan secara otomatis untuk mengidentifikasi status malaria pasien berdasarkan blood smears microphotograph. Fitur ekstraksi morfo-geometris dapat menjadi dasar untuk diagnosis malaria. Pengetahuan mikroskopis dapat diterjemahkan ke dalam serangkaian algoritma untuk idenfikasi spesies dan tahapan diferensiasi kehidupan dengan bantuan geometri komputasi ini,” tandasnya.
Anto menambahkan, data algoritma diharapkan dapat diadaptasi untuk pekerjaan lapangan yang lebih kompleks, sehingga hasil yang didapatkan menjadi optimal. Tak hanya itu, Anto juga menginformasikan bahwa Computer Aided Diagnosis for Malaria telah disajikan dalam prosiding International Conference on Engineering and Information Technology for Sustainable Industry (ICONETSI) pada 29 September 2020 yang lalu, dan menunjukkan sistem ini bekerja 23 kali lebih cepat (41,45 detik à 1,73 detik).
Peneliti Pusat Riset Vaksin dan Obat dari Kelompok Penelitian Vaksin, Astutiati Nurhasanah, mengungkapkan penerapan kecerdasan buatan dalam penelitian desain vaksin menggunakan alat bioinformatika juga sangat dibutuhkan.
Desain vaksin ini terdiri dari target antigen untuk skrining, penambahan data dari literatur online seperti PubMed dan Google Scholar, pengambilan dan pemilihan urutan untuk mendapatkan kandidat gen yang potensial, epitop sel B dan T, modifikasi urutan epitope, prediksi struktur, dan optimasi pengurutan DNA.
“Saat ini kami juga mengembangkan prediksi model 3D menggunakan beberapa alat yang tersedia secara online. Manfaat penggunaan kecerdasan buatan bioinformatika yaitu pembiakan tidak lagi diperlukan dalam memilih target vaksin, dapat diterapkan untuk menganalisis genom patogen, simulasi/pengujian/penyaringan online, biologi sintetis – gen sintetis, dan pendekatan baru multi epitop dan multi organisme,” imbuhnya.
Namun, Astuti juga menjelaskan adanya keterbatasan bagi para peneliti yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk desain vaksin, yaitu lain keterbatasan kelengkapan basis data nasional. Keterbatasan ini melingkupi data urutan antigen, data variasi Human Leukocyte Antigen (HLA) pada populasi Indonesia, dan data kristalografi protein, serta kualitas data yang akan mempengaruhi hasil ketika merancang molekul.
Di akhir webinar, Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis, Harimat Hendarwan, menuturkan bahwa kecerdasan buatan memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesehatan jutaan orang di seluruh dunia.
“Kita dapat menggunakan algoritma untuk membantu membuat keputusan bisnis dan klinis dalam rangka meningkatkan kualitas pengalaman, menghadapi tantangan, serta interaksi kecerdasan buatan manusia. Kami juga berharap akan ada kerjasama kembali di bidang kesehatan dengan Pemerintah Rusia dan Universitas Polandia,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id, ilustrasi pixabay.com/GDJ)