Jakarta – Peta bawah tanah wilayah DKI Jakarta akan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sementara peta skala besar 1:100.000 untuk Jakarta ditargetkan selesai tahun ini.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Informasi Geospasial Hasanuddin Z Abidin kepada media disela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Informasi Geospasial (IG) 2019 di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
“Jakarta belum memiliki peta bawah tanah. Jadi jika membangun subway lebih dalam lagi, agak khawatir juga. Karena terdapat kabel listrik, pipa air dan lain sebagainya,” ujarnya.
Hasanuddin mengharapkan lembaga non pemerintah dan swasta bisa terlibat dalam pembiayaan pembuatan kedua peta tersebut. “Pembangunan IG, perlu bekerjasama dengan mitra non pemerintah. Kan, sama-sama membangun bangsa dan negara. Kenapa dananya hanya dari pemerintah saja,” ujarnya. Pemerintah dalam hal ini, lanjut dia, tengah menyusun aturannya terkait kemitraan dengan industri dan swasta dalam pembangunan IG di Indonesia.
Menurut Mohamad Arief Syafi’i, Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG, DKI Jakarta termasuk prioritas peta skala besar dari 10 kota metropolitan yang ditetapkan pemerintah untuk peta skala 1:100.000. “Bappenas punya prioritas 10 metropolitan dalam bentuk peta tiga dimensi,” ujarnya.
Peta skala 1: 100.000 saat ini, lanjut Arief, sudah ada di beberapa lokasi terutama kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan termasuk Jakarta yan g tahun ini ditargetkan selesai dibuat.
Beberapa perusahaan diketahui telah memetakan lahan kepemilikan dengan skala 1:100.000. Namun, kata Hasanuddin, tidak dapat dimasukkan dalam peta dasar karena standarnya tidak sama dengan peta BIG. “Jadi swasta dihimbau menggunakan standar pemetaan nasional untuk pembuatan peta. Pembiayaan dari swasta, dan pihak ketiga yang ditunjuk untuk pelaksanaannya. BIG hanya memastikan standar dan prosesnya sesuai . Juga bisa dimasukkan dalam Ina Geoportal ,” pungkasnya.
Peta 1:5000 Seluruh Indonesia
Sementara untuk kebutuhan nasional ditargetkan peta skala 1:5000 untuk seluruh wilayah Indonesia selesai. “Tahun 2020 akan dimulai dan ditargetkan selesai dalam waktu 3 tahun,” ujar Hasanuddin.
Kendati demikian, lanjut dia, masih ada beberapa kendala dari sisi anggaran, pihak ketiga atau pelaksananya terkait SDM serta peralatan. “Perusahaan survei pemetaan di Indonesia sangat minim, hanya sekitar 30 yang aktif dari total 100 perusahaan. Jika proyeknya besar. Mungkin harus tender internasional,” ujarnya.
Kendala lain, kata Hasanuddin, dari sisi kelembagaan sehingga diusulkan tiap propinsi ada dinas informasi geospasial yang berkoordinasi dengan BIG. “Jika yang mengurusi hanya BIG berjalan lama. Diusulkan tiap propinsi ada dinas informasi geospasial yang harus berkoordinasi dengan BIG. Karena di daerah banyak permasalahan dari pertambangan, perkebunan termasuk bencana,” tegasnya.
Foto : Istimewa