Jakarta, Technology-Indonesia.com – Saat ini kita tengah memasuki era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0 yang mengandalkan teknologi digital untuk mengembangkan industri. Dunia informasi geospasial (IG) harus tanggap terhadap pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di era tersebut.
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z. Abidin menyampaikan hal ini saat membuka Pra Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Informasi Geospasial Tahun 2018 di Jakarta, Senin (12/3/2018). Pra Rakornas kali ini mengangkat tema “Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Berkelanjutan.”
“Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga pemerintah penyelenggara IG harus bisa mengantisipasi agar era ini bisa menjadi peluang, bukan menganggapnya sebagai ancaman,” kata Hasanuddin.
Untuk itu, ia berharap dalam Pra Rakernas bisa dimasukkan kemungkinan era disrupsi yang akan merevolusi dunia IG di berbagai bidang. Misalnya reforma agraria, sertifikasi, tata ruang, dan sebagainya. “Mudah-mudahan Rakornas kali ini disamping bisa memenuhi kebutuhan pembangunan, juga harus bisa melihat kebutuhan masyarakat di masa depan,” lanjutnya.
Revolusi Industri 4.0, lanjutnya, bergerak berbasiskan pada perkembangan TIK yang semakin cepat. Nanoteknologi juga berkembang pesat sehingga sensor-sensor penentuan posisi, sensing image akan semakin teliti. Satelit earth observation yang beredar di permukaan bumi semakin banyak.
Hasannudin mencontohkan, sebanyak 84 satelit dari Planet Labs, perusahaan swasta Amerika sudah mengelilingi bumi 3-4 kali sehari. Pemerintah China punya program 100 satelit remote sensing dalam waktu dekat. Ketersedian drone dengan beragam kamera untuk pemotretan dari udara semakin banyak.
“Kita di level pemerintah harus cepat tanggap menyediakan IG yang akurat dan detail agar bisa dimanfaatkan masyarakat dan pelaku bisnis di indonesia untuk menggerakkan roda ekonomi dan memperkuat bangsa Indonesia. Jadi tagline informasi geospasial untuk bangsa kalau bisa menyentuh level tapak yaitu kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Dampak pesatnya perkembangan teknologi antara lain keterlibatan masyarakat dalam pemetaan partisipatif akan semakin intensif. BIG akan mengeluarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NPSK) yang semua orang bisa memakainya.
“Jadi nanti tidak hanya BIG yang membuat peta, tetapi masyarakat dan lain-lain boleh membuat peta tetapi sesuai dengan NSPK yang dikeluarkan BIG. Kita harapkan adanya keterlibatan banyak stakeholder dalam pemetaan justru membuat pemetaan Indonesia akan lebih cepat,” terang Hasannudin.
Salah satu prioritas utama BIG di masa mendatang, ungkapnya, adalah percepatan penyelenggaraan peta rupabumi skala 1:5.000 yang ketersediaanya masih sekitar tiga persen. Pemetaan skala besar sangat dibutuhkan untuk pemetaan desa, reforma agraria, dan lain sebagainya.
“Bahkan di berbagai aplikasi seperti pembangunan dikawasan industri dan ekonomi khusus yang diperlukan pada skala 1:1000, kemudian di restorasi gambut 1:2500, mitigasi dan adaptasi bencana di level tapak. Begitu juga dengan pemetaan tiga dimensi, smart city di kota-kota besar, utilitas di bawah tanah, dan seterusnya.,” paparnya.
Kepala BIG berharap Pokja (Kelompok Kerja) di Pra Rakornas bisa memperkuat sektor hulu mulai dari kelembagaan, institusi, peraturan, jaringan kontrol dan segala macam, serta prosesnya seperti Ina-Geoportal. Sektor hilir juga harus diperkuat agar IG betul-betul bermanfaat bagi masyarakat, menggerakan roda ekonomi, khazanah keilmuan, mitigasi dan adaptasi bencana, hankam dan lain-lain.
Peluang informasi geospasial di depan besar sekali, jangan sampai kue geospasial ini dinikmati pihak asing. Di dunia IG market yang paling besar sebenarnya di hilir. Ini yang dimainkan oleh industri global seperti Google, Esri, Open Street Map dan lain-lain.
“Semoga Rakornas kali ini bisa melihat kecenderungan peluang ke depan sehingga informasi geospasial memang betul-betul bermanfaat untuk bangsa dan negara,” pungkasnya.