Pemilu elektronik secara teknis sudah bisa dilakukan di Indonesia. Hal ini disampaikan Kepala Program E-Voting Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Andrari Grahitandaru di sela Dialog Menuju Pemilihan Elektronik di Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/9).
“Pada dasarnya suatu teknologi itu tidak bisa dibendung penggunaannya. Dan penggunaan teknologi dalam pemilihan adalah suatu tawaran untuk memudahkan serta efisiensi. Indonesia sebetulnya secara teknik sudah memiliki prototype perangkat pemilihan elektronik itu,”kata Andrari.
Andrari menegaskan pemilihan elektronik sudah bisa dijamin keamanannya karena dirancang sesuai prosedur keamanan dan sudah mendapat SNI pada 2010.
“Standar keamanannya secara umum juga merujuk standar internasional. Namun kita masih butuh standar yang lebih khusus lagi,” jelasnya.
Namun kesiapan teknis saja belum cukup untuk mendukung pelaksanaan pemelihan elektronik karena ada beberapa syarat lagi yang harus dipenuhi.
“Ada empat yang harus dipenuhi selain kesiapan teknis yaitu penerimaan masyarakat, politik dan hukum. Jadi kesiapan teknis saja belum cukup harus dan tiga hal itu masih harus diperjuangkan lagi,” katanya.
Untuk mendukung pemilihan secara elektronik ini pemerintah sedang merevisi peraturan terkait pemilihan presiden dan legislatif.
Sementara itu yang juga tidak kalah penting menurut Andrari sikap partai politik terhadap pemilihan elektronik. Jaminan keakurasian pemilihan elektronik belum sepenuh bisa diterima kalangan politik.
Andrari berani menjamin kalau pemilihan elektronik ini bisa diterapkan banyak manfaat yang bisa dipetik. Diantaranya adalah kecil kemungkinan merekayasa suara. Pemilihan secara elektronik menjamin hanya pemilih yang berhak yang dapat memilih. Selain itu setiap pemilih hanya dapat memilih satu kali.
Manfaat lainnya tidak ada yang dapat mengetahui pilihan pemilih. Perhitungan hasil juga bisa lebih cepat. Sebab tabulasi data lokal dilakukan realtime oleh mesin dan pengiriman suara langsng dari TPS ke KPU.
Penghitungan 200 suara bisa dilakukan dalam 40 menit. Waktu yang dibutuhkan pada tahap pasca pemungutan juga bisa langsung diperoleh dan langsung ditayangkan. Sementara pemilihan konvensional membutuhkan waktu lama.
“Dengan e-voting dijamin transparansinya karena hasilnya dapat diaudit serta efisiensi biaya. Karena tidak memerlukan kertas suara cukup mesin e-voting yang multifungsi dan kertas struk,” tambah Andrari.
Adanya pendapat pelaksanaan pemilihan elektronik membutuhkan dana banyak Andrari mengatakan bisa diatasi dengan menggunakan perangkat yang ada misalnya menggunakan komputer yang ada di sekolah-sekolah.
Efisiensi pemilihan secara elektronik menuntut pula dukungan data yang akurat seperti KTP elektronik. “Data E-KTP bisa sangat membantu. Meskipun pada hari pemilihan elektronik data tersebut harus diverifikasi keakuratan,” ucapnya.
Meski secara keseluruhan penerapan pemilihan secara nasional masih menunggu paying hukum. Beberapa daerah sudah menggunakan pemilihan elektronik seperti pemilihan kepala dusun di Jembrana, Bali.
Di Kabupaten ini pemilihan secara elektronik sudah dilakukan sebanyak 96 kali. Hal ini bisa terjadinya karena ada Perda yang sudah memberikan naungan hukum terhadap pelaksanaan pemilihan elektronik. Pemerintah Kabupatennya sudah merasakan keefisienan pemilihan secara elektronik ini salah satu sebabnya pemilihannya menggunakan sumber daya yang ada yakni di komputer yang ada di sekolah.
Sementara di daerah Bengkulu pemilihan kepala daerahnya sudah menggunakan penghitungan secara elektronik. Jadi suara-suara hasil pemungutan bisa langsung dikirim dari TPS langsung ke pusat data penghitungan suara.
Andrari menyebut prosedur, tata kelola atau pedoman pemilihan elektronik harus menjadi perhatian penting. Hal itu harus dikerjakan bersama pihak-pihak terkait agar pemilihan elektronik dapat dilaksanakan secara jujur adil.
Jika daya dukungnya sudah lengkap maka pemilihan elektronik hanya masalah waktu dan kemauan untuk melaksanakan hak demokrasi secara transparan.