Lima Doktor dan enam Master bidang atmosfir asal Indonesia lulusan Universitas Kyoto Jepang akan membantu keberhasilan transfer teknologi Radar Atmosfir Katulistiwa (Equator Atmosphere Radar).
Hal itu diutarakan Profesor Riset bidang Astronomy dan Astrophysics LAPAN Thomas Djamaluddin di sela simposum peringatan 10 tahun EAR di Indonedia, di Jakarta, Kamis (22/9).
”Hingga 10 tahun terakhir keberadaan EAR di Sumatera Barat sudah ada peningkatan SDM bidang EAR ini. Yakni ada lima Dokter dan enam Master yang belajar EAR di Universitas Kyoto,” kata Thomas.
EAR yang merupakan kerjasama dengan Universitas Kyoto lanjut Thomas setiap lima tahun sekali diperbarui kerjasamanya.
”Kerjasama EAR dengan pihak Jepang terakhir diperbarui pada 2010 lalu. Pada kejasama itu lebih menekankan pemanfaatan EAR untuk penerapan aplikatif. Serta adanya peningkatan kemampuan peneliti di Indonesia sehingga EAR bisa lebih berperan aktif,” jelas Thomas.
Keberadaan EAR di Indonesia terkait dengan Indonesia yang merupakan mesin pembangkit utama perubahan iklim global. El Nino dan La Nina merupakan contoh peristiwa alam yang dipengaruhi oleh kondisi grografis Indonesia yang unik diapit dua Benua besar dan dua Samudera besar dan terletak di kawasan katulistiwa.
Karena itu Indonesia membangun radar atmosfir katulistiwa atau Equator Atmosphere Radar (EAR) di Kototabang, Sumatera Barat pada 2001. Pembangunan EAR diprakarsai Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerjasama dengan Research Institute for Suistanable Humanosphere (RISH) Universitas Kyoto, Jepang.
Pembangunan EAR tersebut dilatarbelakangi pemahaman ahli bahwa secara khusus atmosfir di atas wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan atmosfir di atmosfir di wilayah katulistiwa lainnya.
Wilayahnya yang 2/3 bagian terdiri dari lautan dan tersebar diantara kurang lebih 17.508 pulau memungkinkan kawasan ini sebagai penyimpan panas bagi pembentukan kumpulan awan-awan raksasa.
Tidak heran dengan kenyataan itu Indonesia menjadi perhatian dunia. Sehingga Indonesia dianggap sebagai salah satu mesin pembangkit utama terjadinya perubahan iklim. Peranan kawasan equator Indonesia yang mendorong dibangunnya EAR.
Radar yang dibangun merupakan radar terbesar ke tiga di dunia setelah radar yang dibangun di Peru dan India. ”Radar EAR ini memiliki resolusi tinggi,” kata Eddy Hermawan Peneliti bidang EAR dari LAPAN.
Radar berfungsi sebagai pengamatan atmosfer yang berpengaruh pada iklim global. Alat ini dirancang untuk mendeteksi perilaku arah kecepatan angin. Salah satu aktivitas pemanfaatan EAR adalah pengamatan musim hujan di Indonesia. *