Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) menggelar Konggres Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perkembangan Penginderaan Jauh di Indonesia. Pertemuan ini membahas pentingnya penginderaan jauh bagi kebutuhan NKRI, khususnya bidang perencanaan wilayah, pengelolaan daerah aliran sungai, dan mitigasi bencana. Pertemuan berlangsung pada 5-6 Februari 2015 di Gedung Thoyib Hadiwijaya, Kampus IPB Darmaga, Bogor
Penginderaan jauh saat ini berperan penting di berbagai bidang, terutama dalam memberikan informasi yang memerlukan mekanisme pemantauan teratur dan berkesinambungan. Pemanfaatannya diaplikasikan untuk pemantauan sumber daya alam, lingkungan, pertahanan, dan pertanian.
Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin kebutuhan tersebut terus diupayakan oleh Lapan dengan menyediakan citra satelit bagi semua instansi pemerintah. Dengan demikian, pengadaan data penginderaan jauh memiliki satu pintu di Lapan.
Dalam penyediaan data satelit, Lapan didukung dua stasiun bumi di Parepare, Sulawesi Selatan, dan Rumpin, Jawa Barat. Kedua stasiun bumi ini mampu memberikan data untuk seluruh wilayah di Indonesia dengan beragam resolusi. Saat ini, data beresolusi 1,5 meter dari satelit SPOT-6 sudah dapat memenuhi penyediaan peta 1:5000. Namun, datanya masih perlu dilengkapi dengan citra beresolusi lebih tinggi.
Kebutuhan data penginderaan jauh nantinya akan ditujukan untuk menyusun peta seluruh Indonesia. Lapan bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) juga mengembangkan pola peta digital populer seperti Google Earth, namun dengan data yang lebih akurat. Dengan demikian, peta tersebut dapat dijadikan acuan dan masyarakat dapat dengan mudah mengaksesnya.
Pemanfaatan penginderaan jauh sangat erat kaitannya dengan penanganan bencana alam. Melalui Sistem Informasi Mitigasi Bencana Alam (SIMBA) yang dikembangkan Lapan, potensi bencana di Indonesia dapat diketahui. SIMBA menggunakan data penginderaan jauh untuk memberikan informasi mengenai kemungkinan bencana alam.
Pergerakan awan setiap jamnya dapat dipantau melalui data satelit MTSAT yang dikombinasikan dengan model atmosfer seperti yang terdapat pada Satellite Disaster Early Warning System (SADEWA). Dengan demikian, dapat diketahui prakiraan hujan di suatu wilayah.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Dr. Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa kemampuan satelit memberikan data secara cepat dan akurat sangat sesuai dengan prinsip penanganan bencana yang harus cepat dan tepat. Data penginderaan jauh dapat menghasilkan peta yang menyeluruh sehingga membantu untuk menganalisis bencana yang terjadi.
Namun kadang kala ada awan yang dapat menghambat dalam penyediaan citra yang bersih. Akibatnya, suatu wilayah tidak dapat terpotret dengan baik karena tertutup awan. Untuk itu, Lapan mengembangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk melengkapi data penginderaan jauh tersebut.
UAV Lapan mampu memotret dengan baik, bahkan dapat menghasilkan gambar beresolusi 30 centimeter. Penggunaan UAV cukup praktis karena tidak memerlukan lahan luas untuk landasan. Beberapa jenis pesawat ini bahkan hanya perlu dilemparkan ataupun menggunakan ketapel untuk lepas landas. Sumber www.lapan.go.id